Cari Blog Ini

Sabtu, 30 Mei 2015

Peristiwa Yang Mengajarkan Kegagahan dan Kemuliaan

Standard
Peristiwa Yang Mengajarkan Kegagahan dan Kemuliaan
Peristiwa Yang Mengajarkan Kegagahan dan Kemuliaan
Oleh : Syaikh Dr Abdullah Azzam – Rahimahullah
Sebelum berjihad kamu harus membekali diri dengan dua sifat: lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan keras terhadap orang-orang kafir. Oleh karena jihad membutuhkan kekerasan dan kekuatan, berlaku keras dalam membela Dien dan merasa gagah karena Allah merupakan sifat perwira, dan dalam waktu yang sama bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin.
Keadaan kita sekarang ini justru sebaliknya. Penguasa-penguasa thaghut (yang mengaku muslim) di negeri kita malah berlaku lemah lembut kepada orang-orang kafir dan bersikap keras terhadap orang-orang mukmin. Demikian pula yang diperbuat oleh sesama orang mukmin dan sesama orang Islam. Orang Islam berlaku keras terhadap saudaranya sesama Islam, dan sebaliknya bersikap ramah kepada orang-orang kafir…mengucapkan salam seraya membungkukkan badan, menundukkan kepala atau mengangguk-angguk di hadapannya…Engkau mulia wahai orang Islam! Jangan berlaku demikian kepada orang kafir!
Ustadz Muhammad Abdurrahman Khalifah, pimpinan sebuah Harakah Islamiyah di Yordania –semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Pernah suatu kali beliau berhadapan dengan Raja Abdullah di Masjid Al Husaini, yang menjadi salah satu pemimpin saat jatuhnya wilayah Lydda dan Ramla tahun 1948 ke tangan Yahudi. Waktu kejadian itu beliau masih sangat muda usianya, sekitar 22 atau 23 tahun. Itu merupakan peristiwa besar dalam permulaan hidupnya, akan tetapi beliau sudah belajar tentang arti kemuliaan dari Sang Hakim ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Suatu ketika Imam Masjid memberikan ceramah dan memberikan alasan untuk pembenaran atas penyerahan wilayah Lydda dan Ramla serta jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. Mendengar ceramah Imam, beliau tak dapat menahan diri, lantas keluarlah beliau dari barisan jama’ah Shalat dan segera mengambil alih mikrofon; lalu beliau berkata dengan lantang: “Cukup sudah bagimu makan potongan roti dari mereka (penguasa), mestinya tuan mengatakan kepada orang itu –seraya menunjuk kepada Raja Abdullah–: “Bagaimana Tuan bisa menyerahkan wilayah Lydda dan Ramla ke tangan Yahudi?”, (sedangkan) anda adalah pewaris para Nabi…!”.
Maka mulailah beliau berceramah yang kontan membuat gusar Raja Abdullah, yang segera bangkit dari duduknya dan berteriak: “Hai orang-orang! Lelaki ini adalah seorang munafik yang hendak memfitnah antaraku dengan kalian”, lalu keluar dari masjid karena khawatir terhadap keselamatan dirinya, sedangkan Ustadz Muhammad tetap berceramah. Kemudian datanglah Kepala Polisi Ibukota mendekati Ustadz Muhammad dan menaruh tangan di pundak beliau seraya berkata: “Demi Allah, hei Abu Majid (panggilan Ustadz Muhammad), aku mendapat perintah, jika sampai terjadi sesuatu, maka kami akan memuntahkan peluru di masjid ini”. Ketika Kepala Polisi tersebut menaruh tangannya di pundak Abu Majid, kebetulan seorang penjual daging yang rumahnya berdampingan dengan masjid berada di dekatnya, maka dia berkata dengan nada mengancam kepada Kepala Polisi: “Demi Allah, kalau sampai kamu menyentuhnya, aku benar-benar akan memenggal kepalamu, maka jangan kamu mencela dirimu sendiri”. Dan memang, penjual daging itu benar-benar mengancam Kepala Polisi tersebut.
Abu Majid berkata: “Dengarlah, sekarang bawa saja aku ke istana dan serahkan pada tuanmu, untuk menghindari terjadinya pembantaian di sini”.
Kepala Polisi itu berkata: “Aku berjanji, tak akan ada seorangpun yang akan menyakitimu”.
Abu Majid menimpali: “Demi Allah, jika sampai ada yang menyakitiku, maka dunia akan bergoyang dan tidak akan tinggal diam”.
Lalu Kepala Polisi itu membawa beliau dengan mobil ke istana.
Sesampainya di pintu istana beliau berkata; “Turunkan aku disini, aku tidak mau masuk menemui raja”. Setelah Kepala Polisi melapor kepada Raja bahwa Abu Majid tidak mau masuk menemuinya, maka Raja keluar ke balkon istana dan melongok ke halaman bawah seraya berkata: “Bahkan sampai di istanapun engkau tidak mau masuk, hei munafik! Allah akan membinasakanku kalau sampai aku tidak membunuhmu!”. Lalu pelayan istana buru-buru membawakan kursi untuk Raja, maka Abu Majid berkata kepada Raja: “Orang-orang munafik itu justru ada di sekelilingmu”.
Saat itu bulan Ramadhan, tanpa disangka-sangka saudaranya –seorang Kepala Wilayah Salath– datang menyerahkan uang 100 Dinar – 1 Dinar nilainya setara dengan satu orang manusia pada saat itu—seraya berkata: “Hei Abu Majid, jangan engkau merasa sedih…!”. Namun Abu Majid menolak pemberian itu dan hanya meminta dibawakan makanan untuk buka puasa untuk dirinya dan 13 orang sipir penjara yang menjaganya. Maka pergilah saudaranya membeli makanan; waktu itu tidak ada warung makan kecuali di dekat Masjid Al Husaini yang letaknya cukup jauh dari istana sedang untuk ke sana tidak ada mobil tumpangan. Sesampainya di sebuah warung makan, dia membeli makanan yang diperlukan dan ketika pemilik warung tahu bahwa makanan itu untuk Ustadz Muhammad maka dia tidak mau dibayar dan orang banyak berebut untuk mengantarkan makanan tersebut kepada Abu Majid.
Singkatnya Ustadz Muhammad diajatuhi hukuman pengasingan ke Shahrawi. Dalam perjalanan ke tempat pengasingan, beliau meminta berhenti di suatu pasar untuk membeli baju tidur dan ketika pemilik toko tahu bahwa yang membeli dagangannya adalah Ustadz Muhammad, diapun tidak mau dibayar.
Dua hari penuh Raja memendam kemarahan, darahnya menggelegak dan hampir-hampir biji matanya keluar lantaran marah. Para pelayan dan orang-orang di sekelilingnya hanya tertunduk diam, seolah-olah di atas kepala mereka bertengger seekor burung. Raja terus berpikir dan merenung, akhirnya dia berkata kepada para pembantunya: “Dia itu seorang pemuda yang sangat menaruh kepedulian terhadap kemaslahatan negerinya, dia telah berbicara menumpahkan perasaan hatinya. Padahal sepatutnya ucapan itu aku dengar dari kalian”. Lalu salah seorang pembantunya berkata: “Demi Allah wahai Yang Mulia Raja, saya mengenal pemuda tersebut, karena saya pernah bekerja bersamanya di jawatan pengadilan; dia orang yang terhormat dan bersih…”. Raja berkata kepadanya: “Pergilah dan temui dia, kalau dia mau meminta maaf, aku akan membebaskannya!”. Maka pergilah utusan Raja menemui Ustadz Muhammad di tempat pembuangannya untuk menyampaikan perintah Raja. Mendengar tawaran Raja, beliau menolak seraya berkata: “Demi Allah, aku tidak akan meminta maaf!”. Maka beliaupun tetap berada dalam penjara sampai beberapa waktu.
Demikianlah, jihad membutuhkan kegagahan, kekerasan sikap dan sekaligus kelemahlembutan. Bersikap keras terhadap orang kafir dan lemah-lembut kepada orang mukmin. Ibadah jihad adalah ibadah jama’i, engkau tidak dapat berjihad sendirian, harus bersama sekelompok manusia dan hidup (berinteraksi) bersama mereka; sekelompok manusia yang berbeda-beda kebiasaan, watak, cara makan, cara tidur dan sebagainya…
Kamu harus bisa menutup mata, menutup telinga dan menutup mulut terhadap sesuatu yang kamu tidak suka atasnya dan tidak mencari-cari aib dan tidak melihat kepada saudaramu kecuali hal-hal yang baik-baik saja. Jika tidak begitu, maka kamu tidak akan sanggup melanjutkan jihad.
Inilah jihad! Kamu harus dapat menggabungkan keempat sifat itu menjadi satu sehingga kamu menjadi seorang mujahid, yaitu:
– Berlaku lemah-lembut kepada orang-orang mukmin
– Bersikap keras terhadap orang-orang kafir
– Tidak takut celaan orang yang mencela
– Di jalan Allah.
Ini adalah karunia Allah, dan jihad adalah karunia dari Allah (Itulah karunia Allah, diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya).
Dia memilih sekelompok manusia untuk Dia bebankan kepada mereka tugas membawa risalah-Nya dan untuk menyebarkan Dien-Nya dengan pengorbanan darah mereka, (dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui).

FADHILAH RIBATH DI JALAN ALLAH

ribath
[Dabiq #9]
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Perintah Allah untuk Melaksanakan Ribath
{Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (ribath di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung}. [ Ali Imran 200].
Ibnu Abbas (radhiyallahu anhuma) berkata, “{Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu} dalam beribadah kepada Allah, {dan kuatkanlah kesabaranmu} terhadap musuh-musuh Allah, {dan tetaplah bersiap-siaga} di jalan Allah”. [Tafsir Ibnu Al-Mundzir].
Abu Ubaidah bin al-Jarrah menulis surat kepada Umar bin Khaththab (radhiyallahu anhuma) mengadukan tentang pertempuran melawan Romawi dan kekhawatiran terhadap mereka, maka Umar menjawab surat itu dengan menulis, “Amma ba’du, sesungguhnya tidak ada kesulitan yang menimpa seorang hamba, kecuali Allah akan memberikan kemudahan baginya setelah itu, dan tidaklah satu kesulitan akan mengalahkan dua kemudahan[1], dan Allah juga telah berfirman di dalam kitab-Nya; {Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (ribath di perbatasan negerimu) {dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung}.” [Muwaththa` Imam Malik]
Al-Hasan Al-Bashri (rahimahullah) menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan; “Dia memerintahkan mereka agar bersabar di atas dien mereka, dan tidak meninggalkannya dan tidak meninggalkannya karena kesulitan, kemewahan, kenikmatan, atau musibah. Dia memerintahkan mereka untuk menguatkan kesabaran terhadap orang-orang kafir dan untuk melakukan Ribath terhadap musyrikīn.” [Tafsir ath-Thabari].
Zaid bin Aslam (rahimahullah) berkata; “Bersabarlah kalian di atas jihad, kuatkanlah kesabaran kalian terhadap para musuh kalian, dan lakukanlah ribath terhadap para musuh kalian” [Tafsir Ath-Thabari].
Qatadah (rahimahullah) berkata; “Maknanya adalah, bersabarlah engkau di dalam ketaatan kepada Allah, kuatkanlah kesabaranmu terhadap orang-orang yang sesat, dan lakukanlah ribath di jalan Allah { dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung}.” [Tafsir Ath-Thabari]
Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi (rahimahullah) berkata; “{dan lakukanlah ribath} terhadap musuh-Ku dan musuh kalian hingga mereka meninggalkan agama mereka dan masuk ke dalam agama kalian”. [Tafsir Ath-Thabari].
Ayat di atas merupakan perintah untuk melaksanakan sebuah perintah yang dikenal dengan ribath- yaitu berjaga-jaga di garis perbatasan, ini merupakan penafsiran Umar dan Ibnu Abbas dari kalangan shahabat (radhiyallahu anhum) dan Hasan Al-Bashri, Qatadah, Zaid bin Aslam dan Muhammad bin Ka’ab dari kalangan tabi’in (rahimahumullah).
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah (radhiyallahu anhu), bahwasanya Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Maukah kalian aku tunjukkan sebuah amalan yang dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan menaikkan derajat kalian? Menyempurnakan wudhu di saata-saat yang tidak disukai (seperti air yang dingin atau ketika luka ringan), memperbanyak langkah menuju masjid (untuk shalat), dan menunggu shalat setelah shalat, dan itulah ribath,” hadits ini mirip dengan hadits yang menjelaskan bahwa jihad adaah mencurahkan kemampuan diri dalam ketaatan kepada Allah, hijrah adalah meninggalkan apa yang dibenci oleh Allah, dan Islam adalah berkata yang baik dan memberi makan orang-orang miskin. Ini bukan berarti pembatasan makna ribath dengan menunggu shalat, tidak juga dengan makna seperti yang ditafsirkan oleh para ulama seperti di atas. Karena itulah, Ath-Thabary (rahimahullah) mengatakan, setelah mengutip Hadit Abu Hurairah (radhiyallahu anhu) di dalam Tafsirnya; “Firman-Nya {dan lakukanlah ribath} artinya lakukanlah ribath di jalan Allah terhadap musuhmu dan musuh-musuh agamamu dari kalangan ahlu-syirki. Menurutku, makna ribath secara bahasa berasal dari kata irtibath (mengikat) kuda dalam persiapan menghadapi musuh sebagaimana musuh mengikat kuda-kuda untuk menghadapi mereka. Kata ribath ini kemudian digunakan untuk menyebut setiap orang yang berada di garis perbatasan (tsughur) melindungi orang-orang yang ada di belakang mereka – yang berada di tempat antara dirinya dan diri mereka – dari para musuh yang menginginkan keburukan atas mereka, dan musuh memiliki kuda-kuda yang telah terikat, atau mereka berdiri di atas kaki-kaki mereka jika mereka tidak memiliki binatang tunggangan. Kita mengatakan bahwa makna {dan lakukanlah ribath}  adalah ‘lakukanlah ribath terhadap musuhmu dan musuh-musuh agamamu’ karena makna ini adalah makna yang telah difahami dari kata ribath, dan sebuah kata semestinya digunakan dengan makna yang sudah diketahui secara umum sebagaimana digunakan oleh orang-orang, bukan dengan makna yang samar, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan bahwa kata tersebut ditujukan kepada makna lain, baik itu ayat dari Al-Quran, hadits dari Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam), atau ijma’ dari para ulama tafsir”.
Ibnu Qutaibah (rahimahullah) juga berkata; “{dan lakukanlah ribath} di jalan Allah. Makna asalnya secara bahasa adalah murabathah (ribath) adalah mengikat; di mana orang tersebut mengikat kudanya, dan kemudian salah seorang dari mereka mengikat kuda mereka di garis depan perbatasan (tsughur). Setiap mereka menyiapkan kuda untuk rekannya. Sehingga keberadaan mereka di garis perbatasan disebut ribath”. [Gharib Al-Quran].
Banyak orang juga tidak membedakan antara ribath (mempertahankan garis perbatasan) dan hirasah (tugas jaga). Seseorang mungkin disebut murabith (orang yang ribath) walau dia tidak hirasah, seperti seorang murabit yang berada di perbatasan yang tidur, makan, berlatih, berbincang, membaca atau shalat, baik sebelum atau sesudah gilirannya hirasah. Dia mungkin juga menjadi seorang murabith walau di sana dia memasak dan bersihbersih untuk para murabith lainnya, sambil tetap menunggu dan siaga untuk mempertahankan perbatasan jika ada orang-orang kafir menyerang, bahkan walau dia belum pernah mendapat giliran hirasah, karena pelayanannya dibutuhkan oleh orang lain selama di ribath, seperti yang diperintahkan oleh amirnya. Dia seorang Murabith bahkan jika gilirannya untuk hirāsah tidak kunjung datang, tidak juga datang untuk waktu yang sangat lama, atau tidak pernah datang sama sekali, selama dia tulus berkomitmen untuk melakukan hal itu jika gilirannya memang datang. Dia adalah seorang Murabithun (bentuk jamak dari murabith) bahkan jika pos perbatasan yang dia jaga dalam keadaan tenang, meskipun balasan untuk menjaga pos yang berbahaya adalah lebih besar. Dan hirāsah adalah tingkatan mulia dari Jihad yang diberikan kepadanya oleh Allah (Swt) selama dia melakukan Ribath dan itu menjadi wajib atasnya jika amirnya memerintahkan hal itu padanya. Rasulullah (sallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Dua mata tidak akan pernah disentuh oleh api Neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang terjaga karena berjaga di jalan Allah [Hasan: diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas]. Alangkah mulia balasan sebuah mata yang terjaga karena menjaga kaum muslimin!
Kemuliaan satu hari di dalam ribat
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Satu hari ribath di jalan Allah adalah lebih baik dari pada dunia dan seisinya, tempat cambuk salah seorang dari kalian di surga lebih baik dari dunia dan seisinya”. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad].
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Ribat sehari semalam lebih baik daripada puasa & shalat malam sebulan penuh, jika dia meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yg pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya & terbebas dari fitnah (kubur). [Diriwayatkan oleh Muslim dari Salman].
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Satu hari ribat di jalan Allah adalah lebih baik dari seribu hari dihabiskan untuk selain itu”. [Hadits Hasan; diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan An-Nasa`i dari Utsman bin Affan].
Abu Hurairah (radhiyallahu anhu) berkata; “Satu hari ribath di jalan Allah lebih aku cintai dari pada shalat malam pada malam Lailatul Qadar di salah satu dari dua masjid; Masjid al-Haram dan Masjid Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) [Sunan Sa’id bin Manshur].
Hal yang bisa membantu kita memahami mengapa pahala Ribath sangat besar adalah apabila kita merenungkan bahwa orang yang beribadah kepada Allah – termasuk para ulama – tidak akan mampu melakukan amal ibadah mereka jika tidak karena para murābitīn yang menjaga pos perbatasan. Jika para murābitīn meninggalkan posisi mereka, meninggalkan mereka tanpa perlindungan, semua kota Muslim, kota, dan desa-desa akan berada di bawah ancaman untuk diserang dan digeledah orang-orang kafir. Dengan demikian, para ulama mengatakan bahwa Murabitun mendapatkan pahala dari semua Muslim yang ada di belakangnya yang beribadah kepada Allah, karena dengan Ribathnya itu memungkinkan mereka untuk fokus dalam ibadah mereka kepada Allah, sebagaimana seorang Muslim yang peduli kepada keluarga Mujahid selama ketidakhadirannya, dia akan mendapat pahala jihad seorang Mujahid. Rasulullah (sallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Dan barangsiapa yang mengurus keluarga orang yang berperang fi sabilillah dengan baik maka sungguh ia telah ikut berperang.” [HR al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Zayd Khālid].
Kaum salaf dan empat puluh hari ribat
Salah seorang Anshar datang kepada Umar bin Khaththab (radhiyallahu anhu), Umar bertanya kepadanya; “Dari mana saja engkau?” dia menjawab; “Dari melakukan ribat”, Umar bertanya lagi; “Berapa hari engkau melakukan ribat?” dia menjawab; “Tiga puluh hari”. Umar berkata kepadanya; “Kenapa engkau tidak melengkapinya dengan melakukannya selama empat puluh hari?”. [Mushannaf Abdir Razzaq].
Anak Ibnu Umar (radhiyallahu anhum) melakukan ribath selama 30 hari, lalu dia pulang, maka Ibnu Umar berkata kepadanya; “Aku tekankan engkau sebaiknya kembali dan melakukan ribath sepuluh malam lagi hingga genap menjadi empat puluh hari” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah].
Abu Hurairah (radhiyallahu anhu) berkata; “Ribat yang sempurna adalah selama empat puluh hari” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah].
Berdasarkan atsar ini dan lainnya, ketika Imam Ahmad (rahimahullah) ditanya; “Berapa lamakah waktu terbaik utnuk ribat?” Dia menjawab; “Empat puluh hari”. Ishaq bin Rahawaih berkata; “Ini sebagaimana yang dia katakan”. [Masa`il al-Imam Ahmad wa Ishaq ibn Rahawaih]. Atsar-atsar ini menunjukkan bahwa ketika seseorang hendak melakukan ribath, maka yang terbaik baginya (dan bukan hal yang wajib) untuk melakukannya setidaknya empat puluh hari atau lebih, sebelum dia kembali ke tempatnya untuk beristirahat. Ini adalah ribath menurut manhaj kaum salaf.
Kemuliaan meninggal di saat ribat
Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Semua orang yang meninggal maka amalnya akan terhenti di saat dia meninggal, kecuali murabith, amalnya akan terus berkembang hingga hari kiamat, dan dia aman dari fitnah kubur”. [Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Fadalah bin Ubaid].
Hadits Nabi (shallallahu alaihi wa sallam) yang diriwayatkan oleh Muslim dari Salman al-Farisi (radhiyallahu anhu) di atas telah menyebutkan; “jika dia (murabith) meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yg pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya & terbebas dari fitnah (kubur)”.
Kematian ini adalah kematian yang paling mulia dan pahala ini telah dijamin bagi seorang Murabitun yang meninggal di saat Ribath, bahkan jika kematiannya adalah karena penyakit, usia, atau kecelakaan. Berapa banyak lagi kemuliaan apabila kematiannya adalah kesyahidan yang disebabkan oleh serangan udara dari tentara salib dan sekutu murtad mereka?
Pahala seseorang yang tetap mengalir walau orang tersebut telah meninggal, telah disebutkan di dalam hadits yang lain. “Apabila bani Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal; Sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya”. [Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah]. Pahala dari sedekahnya, ilmu, dan anaknya senantiasa mengalir selama sedekah itu masih ada, ilmu itu masih bermanfaat dan anak itu masih berdoa untuk orang tuanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits ini secara langsung dan dalam hadits lainnya secara tersirat, sedangkan pahala orang yang gugur ketika ribath, dia akan terus berkembang dengan sendirinya tanpa ada hubungan dengan kondisi lain, dan ini hanya bagi murabith! Pahala ini tidak disebutkan bagi orang yang mati syahid dalam pertempuran, tetapi bagi seorang murabith yang sedang menjalankan tugas ribathnya yang mungkin saja meninggal karena faktor usia atau ketika sedang tidur untuk istirahat! Maka alangkah muliah kematian ini?! Dan berapa banyak dorongan bagi seseorang untuk senantiasa berdoa agar mendapkan kematian paling mulia – syahadah –  di saat sedang ribat!
Ribat dan jihad terbaik
Ibnu Abbas (radhiyallahu anhuma) berkata; bahwasanya Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Permulaan urusan ini adalah kenabian dan rahmat, kemudian datang kekhalifahan dan rahmat, kamudian akan datang kerajaan dan rahmat, kemudian akan datang imarah dan rahmat, lalu setelah itu akan saling menggigit satu sama lain terhadap dunia sebagaimana keledai yang menggigit. Maka lakukanlah jihad, dan sesungguhya sebaik-baik jihad kalian adalah ribath, dan sebaik-sebaik ribath kalian adalah di ‘Asqalan”. [Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan sanad hasan]. ‘Asqalan adalah nama kota di Palestina.
Hadits yang serupa juga diriwayatkan dengan sedikit perbedaan dalam redaksi kalimatnya (dengan penambahan dan pengurangan), baik itu sabda dari Nabi (shallallahu alaihi wa sallam) ataukah dari perkataan beberapa shahabat (radhiyallahu anhum). [Lihat Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim]. Wallahu a’lam. Dalam riwayat lain juga ditunjukkan bahwa ribath menjadi jihad yang terbaik setelah masa-masa penguasa muslim yang penyayang dari kalangan para khalifah, yaitu pada masa raja-raja muslim tiran, masa mereka adalah sebelum masa para pemerintah thaghut murtad ini, yang mana era ini akan berakhir dengan bangkitnya era khilafah, wallahu a’lam.
Imam Ahmad (rahimahullah) berkata, “Dalam pandanganku, tidak ada yang menyamai pahala jihad dan ribat. Ribath mempertahankan kaum muslimin dan keluarga mereka. Ini menguatkan orang-orang yang ada di pos perbatasan dan  orang-orang yang di medan pertempuran. Karena itu, ribat adalah akar dan cabang dari jihad. Jihad lebih baik dari ribath karena kesulitan dan kelalahannya… ribath yang terbaik adalah yang paling sengit”. [Al-Mughni].
Dengan demikian, jika tidak ada kebutuhan untuk menambah jumlah murābitīn (yang hanya dapat ditentukan oleh Imam), seseorang sebaiknya tidak lebih memilih pertempuran dari pada Ribath karena ketidaksabaran atau asumsi pribadi, dan seseorang melakukan Ribath pada umumnya dan kembali untuk itu setelah bertempur, sehingga berperang dalam medan pertempuran adalah lebih baik karena mengandung bahaya dan kesulitan. Jika tidak, seseorang harus tahu bahwa berjuang dalam pertempuran untuk menghindari Ribath adalah tidak tepat bagi seorang Mujahid sejati untuk sekedar dipertimbangkan. Hal ini dapat mencapai tingkat dosa besar jika dia diperlukan untuk ribat tapi dia enggan atau tidak mematuhi perintah pemimpin. Semakin banyak pikiran seperti ini maka akan semakin berbahaya ketika semua pos perbatasan merupakan prioritas para tentara salib dan murtad dalam usaha mereka merebut tanah Khilafah?
Petunjuk dan Rahmat Allah atas para murabithun
Sufyan bin Uyaynah (rahimahullah) berkata; “Jika engkau melihat orang-orang berselisih, maka berpeganglah kepada para mujahidin dan orang-orang yang berada di garis perbatasan (ahlu tsughur) karena Allah berfirman; {Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, sungguh Kami pasti akan memberi mereka petunjuk kepada jalan Kami} [al-Ankabut: 69]” [Tafsir Ibnu Abi Hatim, Tafsir Al-Qurthubi].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim (rahimahumallah) juga menyandarkan perkataan ini kepada Al-Auza’I, Ibnu Al-Mubarak, Imam Ahmad dan lainnya (rahimahumullah) [Majmu’ al-Fatawa; Madariju As-Salikin].
Setelah mengutip perkataan Ibnul-Mubarak dan Imam Ahmad ini, Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah mengatakan, “Secara umum, tinggal di perbatasan, melakukan Ribath,  dan membiasakan diri dengan Ribath adalah sesuatu yang berat. Pos perbatasan (tsughur) dihuni oleh Muslim terbaik dalam ilmu dan amal. Itu adalah tanah terbaik untuk membangun ritual Islam, realitas Iman, dan amar ma’ruf nahyi munkar. Setiap orang yang ingin mendedikasikan dirinya untuk beribadah kepada Allah, mengabdikan dirinya kepada-Nya, dan mencapai zuhud, ibadah, dan kesadaran terbaik, maka para ulama akan mengarahkannya ke pos perbatasan “[Jami ‘al-Masa’il].
Al-Mundziri (rahimahullah) memberikan judul di dalam kitabnya “At-Targhib wa At-Tarhib”  dengan “At-Targhib (dorongan) Bagi Orang Yang Berperang Dan Murabith Untuk Memperbanyak Amal Shalih Seperti Shalat, Puasa, Dzikir Dan Lain Sebagainya”, dia kemudian membawakan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri (radhiyallahu anhu) di mana Rasulullah (shallallahu alaihi wa sallam) bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun”. Dia kemudian juga membawakan hadits-hadits lain yang menjelaskan bahwa amal shalih yang dilakukan di saat jihad akan dilipat gandakan pahalanya. Dia kemudian berkata; “Dan yang jelas, seorang murabith juga fi sabilillah, sehingga pahala amal shalih yang dikerjakannya juga dilipat gandakan sebagaimana amal shalih seorang mujahid dilipat gandakan”. Kesempatan untuk beramal shalih bagi murabith juga lebih banyak dibanding seorang yang sedang berperang, dia mungkin bisa shalat, puasa, membaca, mengajar, dan lain sebagainya dengan mudah, sedangkan orang yang sedang berperang tersibukkan oleh ganasnya peperangan, bahkan dalam beberapa keadaan hal ini bisa menggugurkan kewajiban berpuasa dan membolehkan mereka untuk menunda pelaksanaan shalat wajib.
Pada ayat yang disebutkan di atas (Al-Ankabut: 69) menunjukkan bahwa seseorang yang mencari ilmu ketika sedang ribat maka dia akan diberkahi dengan petunjuk Allah terhadap si hamba. Seorang murabith dapat menghafal al-Quran dan mempelajari tafsirnya, menghafal hadits dan mempelajari maknanya. Dia juga dapat mempelajari tauhid, iman, adab, zuhud, fiqh, sirah dan lain sebagainya… dan ketika dia berdoa kepada Allah agar dia diberi kemampuan untuk mempraktekkan apa yang telah dia pelajari, maka dia akan dapati bahwa do’anya dikabulkan dan petunjuk yang dia inginkan diberikan. Ribathnya – insya Allah – akan menjaga ilmunya bersemayam di dalam hati dan pengaruhnya akan dirasakan di lisan dan anggota badan. Begitu juga hadits-hadits lain yang bahwa ribathnya juga akan memperbanyak keberkahan pada amal ibadah lainnya yang dia kerjakan di saat berada di pos perbatasan (tsughur).
Ribath dan jalan menuju kesyahidan
Sejak kebangkitan jihad lebih dari tiga puluh tahun lalu, pemimpin Mujahid telah menyatakan bahwa jihad itu – pada tingkatan pribadi – terdiri dari langkah panjang menuju Syahadah (kesyahidan). Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan Hijrah ke tanah jihad (sekarang, Darul-Islām), kemudian memberikan bai’at, berjanji setia yang mengharuskan ketaatan (sam’u wa thā’ah) kepada Amir (sekarang, Khalifah) dan berkomitmen terhadap Jama’ah (sekarang, Khilafah), kemudian berlatih (i’dad) untuk tujuan jihad, lalu bersabar menghabiskan bulan-bulan Ribath, menjalani tugas jaga (hirāsah) yang tak terhitung jumlah jamnya, kemudian berperang (qital) di medan pertempuran dan membunuh (qatl) siapa saja yang dapat dia bunuh dari kalangan musuh kafir, dan akhirnya mencapai Syahadah. Jalur ini didasarkan pada teks-teks dari Qur’an dan Sunnah[2]yang menghubungkan amal ini satu sama lain, dari pengalaman yang diperoleh dengan menghidupkan jihad dari hari ke hari, dan memperhatikan para Syuhada dan kafilah mereka. Tentu saja, selalu ada pengecualian, seperti seorang Muhajir yang mencapai syahadah selama di kamp pelatihan atau Murabitun yang meraihnya pada hari pertama ribat. Tapi ini adalah peta jalan setiap Mujahid yang harus difahami demi untuk memaksimalkan buah dari jihad itu. Jika tidak, bagaimana kita bisa mengharapkan seseorang untuk bersabar di medan perang yang menakutkan sementara dia tidak mampu bertahan menghadapi kesulitan Ribat?




Antara Kelembutan Al Baghdadiy dan Sikap Keras Al Adnaniy, Akan Tegak Khilafah Islam




Antara Kelembutan Al Baghdadiy dan Sikap Keras Al Adnaniy, Akan Tegak Khilafah Islam
Redaksi Shoutussalam menemukan sebuah artikel menarik besutan seorang al Akh Mujahid di Iraq, bernama Abu Khobbab al Iroqiy yang tersebar luas di Internet dan Media Jejaring Sosial hari Jum’at ini (2/5/2014).
Tulisan unik tersebut menyoroti sikap keras dari Juru Bicara Resmi Daulah Islam Iraq dan Syam, Syaikh Abu Muhammad al Adnaniy asy Syami dan sikap lemah lembut Amirul Mukminin Syaikh Abu Bakar al Baghdadiy seperti yang bisa kita ketahui dari kisah-kisah mereka maupun kita dengar dari tutur kata keduanya di rekaman-rekaman audionya.
Abu Khobbab al Iroqiy lantas membandingkan karakter keduanya yang saling bertolak belakang ternyata juga menjadi karakter khas pemimpin-pemimpin kaum muslimin, termasuk punggawa-punggawa Khilafah Islam dari masa-masa ke masa.
Berikut ini terjemah lengkap artikel menarik tersebut!
Antara Kelembutan Syaikh al Baghdady dan Kerasnya Syaikh al Adnany, Akan tegak Khilafah –Dengan Izin Allah-
Oleh : Abu Khobbab Al-’Iroqy
Rosululloh –shollallahu ‘alaihi wasallam menghimpun sifat antara kelemah lembutan pada tempatnya, dan sikap keras pada tempatnya. Dunia pun terkendalikan, Jazirah Arab ditaklukkan. Memberikan sebagian kecil penghargaan atas Ayah dan Bunda.
Kemudian muncul-lah Kholifah as Shiddiq, seorang pemilik sifat belas kasih dan keramahtamahan, pelayan para sahabat. Ia membutuhkan pendamping yang senantiasa hadir disamping-nya, yaitu Al-Faruq (Umar bin Khattab) dan Kholid bin Walid.
Tidaklah sekali-kali kholid menyingkir menjauhi Abu Bakar walaupun sabetan pedang menimpanya. Kelapangan dada sebagian mereka menerima kesalahan sebagiannya, keridhoan Allohlah bagi mereka semua, sehingga strategi ini menjadi lurus dan berjalan dalam garis yang benar (InsyaAlloh).
Adapun Engkau wahai Daulah Islam, lihatlah olehmu, bagaimana Allah mengatur perkara urusanmu?!
Tanpa melemahkan jiwamu sejak halusnya taringmu sehingga cepatnya kepulanganmu. Seorang Abu Mush’ab az Zarqawiy muncul dengan sikapnya yang keras terhadap musuh-musuh Dien ini.
Ia ditemani oleh seorang pemilik sifat belas kasih dan penyayang, yaitu Abu Anas Asy Syami.
Lalu seorang Abu Umar al Baghdady (Amirul Mukminin Pertama Daulah Islam di Iraq) dengan kelembutan dan sikap pengasih-nya, ia ditemani oleh seorang yang kuat dan keras perangainya yaitu Abu Hamzah al Muhajir (Menteri Perang Daulah Islam di Iraq).
Dan inilah, kelembutan dan keramahan Syaikh Abu Bakar al Baghdady, berdiri bersama-nya (disampingnya) Syaikh Abu Muhammad al Adnany, seseorang yang pemberani dan keras sikapnya, agar kafilah ini berjalan menuju Khilafah tanpa menghiraukan kata-kata para penghasut dan teriakan yang keluar dari mulut-mulut orang dzolim yang berbahaya.
Tidak ada penipu yang menunggu dengan tipu daya (makar)nya, maka berilah kabar gembira.
Wahai para prajurit Daulah Islam, perahu Daulah tengah berjalan menuju Khilafah, berjalan diatas perlindungan Allah serta pengawasanNya.
Janganlah kalian takut kecuali atas dosa-dosa kalian. Bersegeralah menuju pangkuanNya dengan Taubat yang tulus dan murni. Perbanyaklah Istighfar (mohon ampun), tidaklah kemenangan itu datang melainkan sekejap waktu dari kesabaran.
Ya Allah yang menurunkan al Kitab (al Qur’an), yang menjalankan awan, yang menghancurkan pasukan Ahzab, menangkan-lah Daulah Islam, kuasakanlah baginya di muka bumi.
sumber : shoutussalam/arkan/ zahid


PESAN TERBUKA DARI MANTAN ANGGOTA HTI YG KINI MENJADI ANSHOR DAULAH

Standard
tiada khilafah tanpa tauhid dan jihad

PESAN TERBUKA DARI MANTAN ANGGOTA HTI YG KINI MENJADI ANSHOR DAULAH

“Nostalgia hijrah dari khilafah palsu HTI kepada Khilafah Islamiyah / IS yang sah secara syar’i”
Ya Allah makasi atas nikmat ini, nikmat jalan nya para anbiya wa sahabat…!!
Makasi atas nikmat baiat yg engkau berikan kpd hamba utk membaiat khalifah Ibrahim…
Dan aku serukan kpd ikhwan HT bukalah mata hati klian, jgn tutupi hati klian dgn kebencian kpd khilafah yg berkah ini, jgn ikuti guru dan ustad klian yg tdk berdasar menuduh daulah islam, ketahuilah kita berada di zaman dai penyeru jahannam…
Ya allah jadikan lah kami dr bagian tentara khilafah yg berjuang dengan kitab wa silahh, tidak dengan mengemis para thogut ….
Aku serukan kpd ikhwan HT agar mereka jgn taklid buta, carilah kebenaran ttg daulah dan jgn cr keburukannya saja, sungguh tk ada dalil yg kuat utk menyebut khilafah di syam ini bathil…
Janganlah klian menjadi seperti bani israel yg meminta kpd nabi mereka agar allah memberikan mrk seorg pemimpin utk mlwan kezaliman raja jalut yg memerintah mrk..
Maka allah mengabulkan keinginan mrk dgn mengangkat thalut org miskin diantara mrk tp memiliki ketaqwaan di sisi allah..
Maka di karenakan pemimpin itu bukan dr kalangan mreka, maka dengan sombong mrk menolak tholut sbg pemimpin di sebabkan status tholut org miskin dan mreka berharap pemimpin itu diangkat dr kalangan mereka yg hadir pada saat memohon kpd nabi pada hari itu ..
Jgn sampai kisah bani israel itu terulang lg di zaman ini,,,!!!
Jika bani israel dahulu memohon berulang ulang kpd nabi mrk agar allah menunjukkan pemimpin bwt mreka maka pd hari ini HT begitu pula berdoa berulang-ulang di tiap seminar dan pawai mrk agar allah menyegerakan khilafah…
Maka ketika allah mengangkat tholut yg bukan dr kalangan mreka agar memimpin bani israel, maka mrk bani israel menolaknya di karenakan alasan :
“MENGAPA ALLAH TDK MENUNJUK PEMIMPIN ITU DI ANTARA KAMI…???””
begitu pula HTI saat ini di mana allah tlah mengabulkan keinginan mrk dengan di tegakkannya khilafah oleh ikhwan daulah islam (IS) tp mreka dengan sombong menolaknya dgn menggunakan pelbagai alasan yg tk berasas, seolah olah mrk spt bani israel zaman ini yg mengatakan :
“MENGAPA ALLAH TIDAK MENEGAKKAN KHILAFAH MELALUI KAMI (hizbut tahrir), BUKANKAH KAMI TLAH LAMA BERJUANG UTK ITU, DAN MENGAPA ALLAH TDK MENUNJUK DI ANTARA KAMI SEBAGAI KHOLIFAH ?????””
Maka jgn lah sampai kisah bani israel dan tholut terulang lagi di zaman ini wahai ikhwah, kemarilah dan merapatlah dgn khilafah yg barokah ini di mana tiap harinya makin meluas dan menguat wlau di serang dr segala arah…
Kembalilah ke jalan para salafus sholeh di mana mreka menghabiskan waktu nya di medan peperangan dengan senjata dan darah, bukan medan pertempuran spanduk di jalanan di iringi teriakan kosong “TEGAKKAN KHILAFAH” …
Persaksikanlah ya allah sesungguhnya ana tlah menyampaikan, persaksikanlah ya allah ana tlah menasehati dan jgn lh engkau masukkan hamba ke dlm golongan org yg merugi….
Sebarkan ya ikhwah kpd ikhwan HT semoga menjadi asbab hidayah bagi mreka agar terbukamata hati mreka..


HTI Mengigau, Rapat dan Pawai nya Disamakan dengan “Perang Tabuk”

Standard
HTI Mengigau, Rapat dan Pawai nya Disamakan dengan Perang Tabuk
HTI Mengigau, Rapat dan Pawai nya Disamakan dengan “Perang Tabuk”
Wahai Syabab HT, Wahai kalian yang enggan berjihad! Sekali lagi kami katakan bahwa Khilafah Islamiyyah telah tegak berdiri, kokoh dengan pilar-pilarnya yang menghujam bumi. Tak tergoyahkan meskipun koalisi kaum munafikin dan kafir salibis yang tak henti-hentinya menghujani bumi khilafah Islamiyyah dengan bom-bom dari pesawat tempurnya dan tak henti-hentinya menuduh dengan berbagai tuduhan keji yang tak terbukti supaya umat islam lari dan menjauhi, Khilafah tetap tegak berdiri, bahkan wilayahnya semakin melebar dan melebar dan Bai’at dari seluruh penjuru bumi silih berganti untuk sang Khalifah Syaikh Mujahid al-Imam al-Mujaddid, keturunan Ahlul Bait, Ibrahim bin Awad bin Ibrahim bin Ali bin Muhammad al-Badri al-Qurasy al-Husaini al-Baghdadi hafizhahullah.
Pada ahad 01 Ramadhan 1435 H (29/06/14), ISIS (Islamic State of Iraq and Syam) dibubarkan & Khilafah Islamiyyah dideklarasikan. Beberapa pekan lagi akan genap 1 tahun. Alhamdulillah !! Telah banyak prestasi yang ditorehkan Khilafah Islamiyyah dalam menegakan Syariat Islam selama hampir 1 tahun ini di wilayah yang telah berhasil dikuasainya dimana kaum muslimin bisa dengan leluasa mengamalkan semua apa yang diajarkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Hudud telah diterapkan, jizyah telah dilaksanakan dan kuil-kuil syirik serta kuburan telah diratakan. Alhamdulillah.
Bukan perjuangan yang mudah dan bukan pula waktu yang sebentar. Khilafah Islamiyyah tegak berdiri diatas kucuran darah para syuhada yang mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakan agama Alloh subhanahu wa’ataala.
Ingatlah, “Apabila ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir dari keduanya.” [HR. Muslim No.3444].
Sekilas mengenai Perang Tabuk, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam beserta para mujahidin meninggalkan Madinah menuju Tabuk yang wilayahnya berjarak 800 km dari Madinah. Perjalanan ini memakan waktu hingga 20 hari. Medan yang mereka lakoni juga sangat sulit. Selain keterbatasan bahan makanan, kaum muslimin juga harus menghadapi panasnya gurun pasir yang diatas rata-rata. Perang  ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.
Sesampainya di Tabuk, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak menemukan satu pun kaum musrikin. Pasukan Bizantium (Romawi Timur) dan para sekutunya merasa takut dan gentar setelah mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyerukan jihad fie sabilillah dengan menggalang 30 ribu pasukan. Musuh-musuh Islam berpencar ke batas-batas wilayahnya.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah kepada beliau. Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka yang kemudian mereka pegang. Akhirnya peperangan pun tidak jadi terjadi setelah 30  hari meninggalkan Madinah.
Wahai syabab HT, Wahai kalian yang enggan berjihad!
Apakah orasi-orasi, rapat-rapat dan pawai-pawai yang kalian lakukan selama ini dengan jumlah puluhan ribu orang itu menggetarkan musuh-musuh Islam dan menggoncangkan singgasna Thaghut? yang kalian samakan seperti Perang Tabuk diatas? sungguh sangat jauh berbeda, lebih pantasnya disebut Pawai Tabuk ketimbang Perang Tabuk.
Dalam perang tabuk Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyerukan jihad fie sabilillah dengan mengangkat senjata bukan mengangkat pengeras suara.
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Bukankah Allah berfirman: “Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah, dan jadilah seluruh dien (agama) ini milik Allah” (Al-Anfal (8):38) Bukankah kalian telah mengetahui firman Allah ini: “Dan bunuhlah kaum musyrikin itu dimana saja kamu menjumpai mereka, dan tawanlah mereka, dan kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat-tempat pengintaian” (At-Taubah (9):5).
Bukankah Allah telah berfirman :”Dan perangilah mereka kelak Allah akan mengadzab mereka dengan tangan-tangan kamu, dan menghinakan mereka dan Allah menolong kalian atas mereka, dan menyembuhkan dada-dada orang beriman, dan menghilangkan panas hati mereka.” (At-Taubah (9):14) Dan Allah memberi ampunan bagi siapa yang dikehendaki
Bukankah Allah Jalla Wa-‘Alla berfirman: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (At-Taubah (9):29)
Bukankah Allah berfirman:
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (At-Taubah (9):73, At-Tahrim (66):9) ?!
Bukankah Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(At-Taubah (9):123)!!?
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Allah Jalla Wa’Alaa berfirman:
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (At-Taubah (9):19-20)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.(At-Taubah (9):24)
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(At-Taubah (9):38-39)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(At-Taubah (9):41)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu. Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (At-Taubah (9):46)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas (nya)”, jikalau mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.(At-Taubah (9):81-82)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Bukankah kalian tahu kisah tentang Tiga orang yang tidak ikut berjihad dalam perang Tabuk yang kalian samakan dengan orasi-orasi kosong kalian? Apa dosa mereka? Dan apa kesalahan mereka yang menyebabkan mereka tercela? Tidak lain, dosa mereka adalah karena mereka tidak berjihad! Mereka tidak berjihad, renungkanlah oleh kalian, mereka itu adalah sahabat radhiyallahu ‘anhum, termasuk golongan manusia terbaik, mereka ikut berperang bersama nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam dalam sebagian peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, apa gerangan balasan mereka? Balasan mereka adalah ; Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memboikot mereka selama Lima puluh malam, padahal mereka sendiri bertaubat kepada Allah akan tetapi Allah tidak memberi mereka taubat kecuali setelah Limapuluh malam!! Sesungguhnya masalah ini adalah teramat penting. Maka tanyakanlah pada diri-diri kalian, dan hisablah diri-diri kalian sebelum dihisab oleh Allah di hari akhir kelak.
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda : Jihad akan tetap menjadi sesuatu yang menarik hati, selagi air tercurah dari langit. Akan datang masanya kepada manusia, orang-orang yang dianggap quraa (mengerti agama) akan berkata kepada mereka :
“Sekarang bukan zamannya Jihad”, barangsiapa menjumpai zaman seperti itu, maka Jihad di waktu itu adalah sebaik-baik Jihad. Sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah sallallahu alaihi wasallam: “Apa ada orang yang berkata seperti itu?”, “Ada” yaitu orang-orang yang Allah telah melaknatnya, juga malaikat, bahkan sekalian manusia melaknatnya”, jawab Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
Wahai kalian yang enggan berjihad!
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (Al-baqarah (2):195). Maksudnya ‘kebinasaan’ dalam ayat ini adalah : meninggalkan jihad dan sibuk dengan diinar (harta)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Tahukah kalian siapakah mu’min yang sebenarnya? Mereka itu adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah: “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia.” (Al-Anfal (8):74)
Wahai kalian yang enggan berjihad!
Khilafah Islamiyyah telah tegak, hentikanlah orasi kosongmu itu dan berbai’atlah kepada sang Khalifah jangan kalian jatuhkan diri kalian dalam kebinasaan dan kerugian.
Wallahu A’lam




Perbedaan Bendera Tauhid Yang Diusung IS vs HTI

Standard
PERBEDAAN Bendera tauhid yg diusung HT vs IS
Ustadz Fauzan Al Anshori :
Perbedaan Bendera Tauhid Yang Diusung IS vs HTI :
  • HT : diizinkan berkibar di jalanan bahkan depan kantor polisi dan pengibarnya aman2 wae..
  • IS : dilarang berkibar krna dituduh bendera teroris dan pengibarnya di tangkap bahkan di siksa.
– HT : dikibarkan di bawah kontrol anshor thogut (polisi)
+ IS : dikibarkan di atas sgala konspirasi dan hegemoni dunia sehingga benderanya bersih dr tekanan thogut..
– HT : dikibarkan pengibarnya di stadion, jalanan, aula perkumpulan, depan kantor thogut pas demo..
+ IS : dikibarkan pengibarnya di tengah medan pertempuran di bawah raungan jet tempur salib dan banjir darah…
– HT : dikibarkan ketika ada pawai dan rapat akbar…
+ IS : dikibarkan ketika menyerbu markas musuh dan apabila melakukan suatu penaklukkan wilayah
– HT : berkibarnya di mobil2 yg penuh SPEAKER dan TOA buat orasi
+ IS : berkibarnya di tank dan humvee serta kendaraan tempur lainnya yg di gunakan untuk menghajar musuh Allah..
– HT : berkibarnya di jalanan ktk pawai dan menjadi tontonan serta di foto2 oleh anshor thogut dan pejabat thogut seperti pawai karnaval 17an
+ IS : berkibarnya di medan tempur dan menjadi bulan-bulanan serangan musuh Allah dr udara, laut dan darat..
– HT : berkibarnya jd bahan tontonan dan candaan toge (polisi) seolah olah lucu kok mau ya panas-panasan di jalan bertahun lamanya tp tk ada hasil..
+ IS : berkibarnya jd hal yg menakutkan bagi kuffar dan thogut karna dapat menghancurkan impian dan planning yg tlah mreka rencanakan…belum setaun sdh menguasai 27 propinsi
– HT : benderanya dikibarkan oleh orang yg masih mikir” bila diserukan jihad atas mereka melawan kuffar..
+ IS : benderanya dikibarkan oleh manusia yg dengan senang hati mempersembahkan nyawa mreka untuk melawan kuffar kapan pun dan dimanapun..
Jadi, kamu pilih bendera ht atau is?

Rabu, 13 Mei 2015



Mujahidin Indonesia Timur : Hakikat Operasi PPRC Thogut Indonesia

Standard

بسم الله الرحمن الرحيم


[Mujahidin Indonesia Timur]


Menghadirkan
Hakikat Operasi PPRC Thogut Indonesia - 1
Pernyataan No: 11

Hakikat Operasi PPRC Thogut Indonesia
Hakikat Operasi PPRC Thogut Indonesia - 2 Hakikat Operasi PPRC Thogut Indonesia - 3

{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ}
لا تنسوا إخوانكم المجاهدين من دعائكم
Jangan lupakan ikhwan antum yang berjihad dalam doa kalian

Sabtu 6 Rajab, 1436 H

‫‏‫|| ديوان الإعلام من المجاهدين في شرقإندونيسيا||
|| Divisi Media Mujahidin Indonesia Timur||

Rabu, 06 Mei 2015

Senin, 05 Rabi`ul Akhir 1436 | by Mowahhed
Makin Solid, Daulah Islamiyyah Wilayah Sinai Rilis Cuplikan Foto Pelatihan Militer
Islamic State
0
Daulahislamiyyah.com, – Makin hari makin kuat, Daulah Islamiyyah Wilayah Sinai rilis cuplikan foto foto pelatihan mliter sebagaimana diberitakan oleh kantor media resmi mereka pada tanggal (25/01/2015).
Sebelumnya para Mujahidin Daulah Islamiyyah wilayah sinai telah merilis video paling fenomenal sejak berdirinya kelompok ini dengan judul “Shaulatul Anshar” yang berarti “Serangan para pendukung”. Yang di dalamnya diperlihatkan aksi peledakan pipa pipa gas yang menuju Yordania juga serangan kepada barak militer Thaghut Al Sisi.
Setelahnya wilayah ini pula merilis beberapa serial video tentang kekejaman Thaghut Al Sisi terhadap kaum muslimin awam yang tak bersenjata lagi tak mengerti apa apa.
Beberapa waktu yang lalu juga telah dirilis foto foto penyerangan konvoi militer Thaghut Al Sisi. Maka sekarang mereka merilis cuplikan foto foto pelatihan militer di wilayah mereka.
Berikut liputan foto foto tersebut :
finish
2 3 4 5 6 7

Selasa, 05 Mei 2015

Dituduh Tidak Perangi Israel, Tentara Daulah Islamiyyah Babat Empat Ekor Israel di Perancis


Dituduh Tidak Perangi Israel, Tentara Daulah Islamiyyah Babat Empat Ekor Israel di Perancis

Daulahislamiyyah.com, – An Nushrah Al Maqdisiyyah salah satu akun twitter Pendukung Daulah Islamiyyah papan atas  pada Rabu (14/01/2015) merilis foto foto ritual dan upacara atas kematian empat orang Israel dalam sebuah serangan di Paris.
Pada tanggal (07/01/2015) kota Paris diguncang hebat oleh peristiwa penyerangan kantor majalah satire Charlie Hebdo Majalah penghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diduga kuat dilakukan oleh anggota Al Qaeda Yaman Cherif Kouachi dan Said Kouachi.
Tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan setelah peristiwa yang penuh barakah itu baru saja selesai, Paris diguncang kembali dengan penyanderaan sebuah toko Yahudi oleh seorang laki laki yang telah menobatkan dirinya sebagai anggota Daulah Islamiyyah dan sudah menyatakan baiat kepada Syaikh Abu Bakar Al Baghdadiy.
Adalah Amediy  Coulibaly atau Hamdiy Coulibaly Abu Bashir Abdullah Al Ifriqiy yang melakukan penyerangan berbarakah itu. Seorang pria berkebangsaan Afrika yang menetap dan tinggal di Paris.
Coulibaly yang telah membunuh seorang polwan di Perancis itu menjelaskan, selama Paris masih ikut dalam koalisi Internasional melawan Islamic State, maka ia pun akan memerangi Perancis karena perbuatannya tersebut.
Setidaknya empat orang berkebangsaan Israel mati dalam penyanderaan tersebut. Adalah Yoav Hattab, Philippe Braham, Yohan Cohen, dan Francois-Michel Saada  yang menjadi korban dalam penyanderaan berbarakah itu seperti dilansir oleh kompas.com.
Empat mayat itupun telah dikuburkan di Israel pada Selasa (13/01/2015). warga Israel berjubel menghadiri pemakaman tersebut sembari meratapi mayat teman teman mereka.
Hal ini juga menjadi sebuah bantahan nyata terhadap fitnah yang dihembuskan bahwa Islamic State adalah adalah buatan oleh Inteligen Mossad milik Yahudi. Terbukti Coulibaly salah seorang anggota Islamic State telah menewaskan empat orang yahudi tersebut.
Berikut liputan yang dirilis oleh akun Nushrah Maqdisiyyah :
_____small
rpmdiz
1_small 2_small 3_small 4_small 6_small 7_small 8_small 9_small 10_small 11_small 12_small 13_small (1) 14_small 15_small 99-small

Nasehat Kepada Ikhwan Tauhid : Perihal Fenomena Pengambilan Harta Orang Kafir

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘aalamiin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Imamul Mujahidin, keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat…
Ini adalah kepedulian pena dan kepedihan penjara yang saya tuangkan dalam tulisan sebagai bentuk kepedulian terhadap ikhwan saya serta sebagai ketulusan terhadap da’wah, para da’i, jihad dan mujahidin.
Sesungguhnya da’wah tauhid adalah da’wah yang suci….. Walaupun benar bahwa keterjagaan darah dan harta dikaitkan terhadap perealisasian tauhid secara dhahir, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam: “Barang siapa mengucapkan laa ilaaha illallaah dan dia ingkar terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Alloh, maka terjagalah harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya atas Alloh Subhaananahu wa Ta’ala. (HR. Muslim),” namun penempatan suatu hukum bila bukan pada tempatnya, maka mafsadahnya akan lebih besar daripada mashlahatnya.
Sesungguhnya da’wah tauhid adalah da’wah yang suci….  Kehalalan harta itu bukanlah sesuatu yang harus atau wajib diambil, namun hanya sekedar mubah dan itupun harus dengan mempertimbangkan kondisi negeri dan juga mafsadat yang ditimbulkan. Kita hidup di negeri yang mana tauhid dan muwahhidin adalah sangat terasing, semestinya da’wah tauhidlah yang digencarkan. Lihatlah siroh nabawiyyah… Ketika rasulullah telah hijrah dan jihad sudah tegak di Madinah,  terjadilah peperangan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya melawan kafir Quraisy. Di sekitar Madinah banyak suku-suku yang mayoritas anggotanya masih kafir, sedang sebagiannya sudah masuk Islam dan sebagiannya tinggal di tengah mereka dan di kota Mekkah pun masih banyak kaum muslimin yang belum hijrah, namun tidak pernah sampai kabar kepada kita dalam satu atsar pun bahwa ada orang muslim yang mengambil harta orang kafir tetangganya atau yang sama-sama hidup di bawah naungan penguasa kabilah yang kafir, karena hal itu mendatangkan mafsadah terhadap da’wah yang membuat manusia antipati dengannya dan juga mafsadah bagi dirinya andai ditangkap penguasa kafir akibat pengambilan harta itu. Bagaimana mungkin orang muslim di sana saat itu mengejar hal yang mubah yang bisa mendatangkan mafsadah bagi da’wah dan diri, padahal kewajiban penampakkan tauhid di tengah orang-orang kafir itu belum bisa dilakukannya… Begitu juga realita kita di bawah payung penguasa murtad masa kita ini, di mana untuk menampakan tauhid di hadapan ummat saja banyak yang belum sanggup, tapi anehnya ada sebagian  pemuda yang hanya berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan harta orang kafir, sehingga saat dilakukan, maka yang terjadi adalah sum’ah (citra) dan kesucian da’wah tauhid ini tercoreng dan kaum muslimin banyak yang antipati dengan da’wah tauhid ini akibat tindakan segelintir mereka yang kurang wawasan. Akibatnya… yang memikul beban berat tindakan itu adalah para du’at tauhid, merekalah yang selalu menjadi sorotan dan menuai fitnah serta cacian… Bila para pemuda yang gegabah itu berdalil dengan kisah Abu Bashir semestinya mereka terapkan pada kondisi yang sama dengan kondisi Abu Bashir, yaitu beliau dan sahabatnya memiliki wilayah otoritas sendiri yang di luar penguasaan orang-orang kafir…
Haruslah kita ingat bahwa hal yang hukumnya mubah itu bila penempatannya tidak tepat, maka malah menjadi buruk dan memperburuk…. Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam, ketika ditanya tentang tawanan wanita kafir komunis bangsa Afghan di Afghanistan; Apakah mereka boleh diperbudak dan digauli oleh mujahid yang mendapatkannya? Karena dalam hukum Islam, tawanan perang wanita kafir asli boleh dijadikan budak dan digauli, namun Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam menjawab bahwa haram melakukan hal itu karena besar madlaratnya kepada mujahidin Arab di mana bangsa Afghan (mujahidin mereka) akan marah besar melihat anak bangsanya dijadikan budak, padahal secara teori fiqh itu adalah mubah, tapi beliau mengatakan haram dilakukan dalam kondisi tersebut, karena hal yang mubah kalau menghantarkan kepada mafsadah, maka menjadi haram pada kondisi itu.
Berikut ini adalah petikan ucapan beliau dari kitabnya “An Nihayah wal Khulashoh” yang disebarkan oleh Forum Islam at-Tawbah: [ (Ada, ed.) Orang yang datang kepada Syaikh ‘Abdul ‘Aziz lalu mengatakan: Wahai Syaikh ‘Abdul ‘Aziz, bolehkah kita menawan wanita-wanita komunis -menjadikannya sebagai budak-. Tentu beliau menjawab berdasarkan teori.. “ya, boleh menjadikan mereka sebagai budak”. Seandainya ia datang dan menanyakannya kepadaku, tentu akan aku jawab: Haram hukumnya menjadikan wanita-wanita komunis itu sebagai budak... Kenapa?! Karena saya mengetahui apa yang tidak diketahui oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz. Saya tahu bahwa seandainya ada seorang wanita dari Jalalabad yang menjadi istri orang komunis lalu dijadikan budak tawanan oleh seorang Arab, pasti seluruh orang Arab akan dibantai… Kenapa?! karena wanita yang menjadi istri orang komunis itu adalah seorang wanita yang berasal dari Kabilah si Fulan, yang mana kebanyakan orang-orangnya adalah mujahidin. Bagaimana puteri (suku) mujahidin menjadi sesuatu yang diincar dan dicuri oleh orang Arab dan dijadikannya sebagai budak tawanan?!! Hukumnya secara teori boleh karena dia adalah mujahid. Akan tetapi Syaikh (‘Abdul ‘Aziz bin Baz) tidak memahami tabi’at mereka... tabi’at permasalahannya. Ini adalah sedikit (maksudnya: urusan yang sepele, ed.) dan  (sedangkan, ed.) kehormatan sangatlah mahal, yang lebih mashlahat dalam keadaan seperti ini adalah hukumnya haram dan dilarang dengan alasan kemashlahatan yang syar’i...
Sesungguhnya da’wah tauhid ini adalah da’wah yang suci… Menjaga kesucian da’wah tauhid adalah kewajiban semua muslim, sedangkan harta orang kafir harbi hanyalah berstatus halal, maka bukan termasuk manhaj Rasulullah sikap orang yang mengejar hal mubah dengan menjadikan kewajiban tercoreng... Perhatikanlah Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam tadi yang menfatwakan hal mubah menjadi haram di saat mendatangkan mafsadah, padahal itu di front perang terbuka, maka apa gerangan dengan kondisi yang masih buram dan fenomena kebodohan yang hampir merata di tengah kaum muslimin...??????
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisiy fakkallahu asrah berkata dalam Waqafaat-nya: [[Para du’at dan mujahidin tidak akan mencapai kemenangan yang mereka inginkan dan tidak akan menghadirkan manfaat bagi ummat mereka dan jihad mereka sebagaimana yang mereka inginkan sampai mereka meningkat dari level penglihatan kepada hal yang boleh dan yang tidak boleh saja; kepada level perbandingan antara hal yang manfaat dan yang tidak manfaat dari hal yang boleh itu pada waktu ini, apa yang rajih dan yang marjuh darinya, apa yang utama dan yang tidak utama darinya, hal-hal yang mashlahat dalam amal yang telah dipilih serta hal-hal yang rusak yang beraneka ragam dari hal-hal yang boleh itu. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus,” (QS. Al Isra: 9), yaitu yang lebih mashlahat. Dan firman-Nya Ta’ala:
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ
“Ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu,” (Az Zumar: 55).
Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengikuti amalan yang paling mashlahat, paling baik dan paling bermanfaat bagi dien kita. Dan firman-Nya Ta’ala:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya”, (Az Zumar: 18)
Saya mengingatkan bahwa jihad dan nushrah dien serta kaum muslimin ini wajib dikendalikan dengan batasan-batasan syari’at seraya di dalamnya memperhatikan fiqh waqi’ (kepahaman terhadap realita) dan mashlahat Islam dan kaum muslimin dengan mengedepankan sesuatu yang paling bermanfaat bagi dienullah dan sesuatu yang paling memukul dan paling membuat geram musuh-musuh Allah. Maka agar sang mujahid dengan jihadnya mendapatkan ridha Allah, maka dia wajib menggabungkan antara pemahaman terhadap tujuan-tujuan syari’at pada faridhah jihad dengan penguasaan pengetahuan terhadap realita di mana ia hidup di dalamnya, agar ia bisa memperhitungkan apa yang paling bermanfaat bagi jihad dan kaum muslimin serta apa yang paling memukul bagi musuh-musuh dien ini,[1] itu dikarenakan al haq itu sebagaimana apa yang telah dijelaskan oleh ulama kita adalah tidak tercapai kecuali dengan menggabungkan antara dua pemahaman ini, sedangkan kebodohan terhadap salah satu dari dua fiqh (pemahaman) ini adalah (mengakibatkan,ed.) penyia-nyiaan terhadap banyaknya nyawa orang-orang yang tidak berdosa, bahkan juga nyawa para mujahidin serta pembuangan sia-sia bagi kekuatan-kekuatan kaum muslimin dan penceceran bagi hasil-hasil jihad mereka, maka bagaimana bila digabungkan antara dua kebodohan ini semuanya??…]]
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam sudah memberi contoh kepada kita dalam hal ini: Ketika terjadi peristiwa futuh Mekkah, saat Quraisy dan Mekkah sudah di bawah genggaman beliau dan Ka’bah pun di bawah kekuasaan beliau, sedangkan Ka’bah dulu telah dibangun Quraisy tidak tepat pada pondasi yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan mengembalikannya kepada pondasi Ibrahim adalah hal utama yang lebih dari sekedar mubah, tapi karena beliau khawatir Quraisy lari lagi dari tauhid maka beliau tidak merenovasi Ka’bah sesuai pondasi Ibrahim dan beliau berkata kepada ‘Aisyah dalam hadits Bukhari: “Seandainya kaummu tidak baru masuk Islam, tentu aku robohkan Ka’bah dan aku jadikan lagi di atas pondasi Ibrahim.” Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Meninggalkan sebagian hal-hal yang mandub (sunnah) karena hal yang menyelisihinya yang kuat adalah lebih utama.” (Ar Risalah Muniriyyah dari fatwa Syaikh Abdullah Azzam, MTJ) dan bahkan Al Bukhariy membuat bab dalam Shahih-nya: (Bab: Imam meninggalkan hal afdlal lagi terpilih karena khawatir membuat manusia lari). Perhatikanlah wahai ikhwan, beliau shallallahu ‘alayhi wasallam meninggalkan sesuatu yang afdlal, karena khawatir manusia lari dari tauhid…. padahal itu berkaitan dengan Ka’bah, Baitullaah…
Dalil lain: Kita telah mengetahui bahwa menghina Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam adalah kekafiran dan hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh, akan tetapi Rasul diberi hak BOLEH memaafkan orang yang menghina beliau. Pada suatu ketika ada orang yang menghina beliau dan para sahabat memandang baik untuk membunuhnya, akan tetapi beliau berkata:
دعهم ، يتحدث الناس محمدٌ يقتل أصحابه
“Biarkan mereka, (agar) manusia (tidak) membicarakan Muhammad membunuhi para sahabatnya”. (HR. Bukhari-Muslim)
Beliau meninggalkan yang mubah bagi beliau demi menjaga pembicaraan manusia yang negatif tentang beliau, karena orang munafiq yang menghina beliau itu dalam pandangan orang- orang luar adalah dianggap sahabat beliau. Maka dalam hal ini, beliau meninggalkan sesuatu yang MUBAH demi menjaga sum’ah/ citra/ kehormatan da’wah… Jadi jelaslah dalam menyikapi yang mubah itu harus mempertimbangkan hal-hal lain. Aktivis da’wah itu bukan hanya harus tahu status halal haram, tapi harus bisa memilah di antara hal yang halal itu apakah mendatangkan mafsadah atau tidak… jadi jangan asal bicara: ini kan halal..!!!  Ucapan semacam itu bukan lahir dari ilmu aktivis da’wah tapi dari ilmu orang umum,  orang awam… Orang yang mengejar-ngejar harta orang kafir dengan alasan mubah lalu dengan tindakannya itu membuat citra da’wah menjadi buruk dan ummat menjadi lari dari da’wah, maka dia sungguh akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah karena telah menjauhkan ummat dari tauhid dan menjadi sebab mereka mencela da’wah ini…
Berikut ini adalah cuplikan yang sangat berharga dari nasehat Syaikh Al Maqdisiy kepada ikhwan muwahhidin di Belgia, yang mana di sana muncul fenomena pengambilan harta orang kafir dengan dalih ghanimah dan fa’i. Beliau berkata: […Oleh sebab itu, maka di dalam bidang interaksi (ta’amul) dalam ladang da’wah dengan manusia, maka saya tidak menganjurkan untuk berpegang kepada dhahir definisi fiqh taqlidiy/klasik terhadap pembagian manusia menjadi harbiyyin dan mu’ahidin atau dzimmiyyin kemudian berinteraksi dengan manusia di atas dasar tekstualnya dan hukum-hukum cabangnya yang termaktub dalam kitab-kitab fiqh dalam kondisi lenyapnya Negara Islam yang di dalam payungnya diberlakukan pembagian-pembagian (manusia) ini dengan gambarannya yang sempurna dan sebenarnya; dan ia adalah suatu yang menyibukkan sebagian para pemuda di Barat dalam mencari-cari permasalahan ghanimah atau menyibukkan diri dengan pencurian bahkan sabyu (perbudakan wanita dan anak-anak orang kafir) dan yang serupa itu sebagaimana yang sampai beritanya kepada kami, dan (justeru) menelantarkan da’wah dan pembelaan terhadap dien serta beramal serius untuknya; sehingga mereka itu dengan tindakan-tindakannya tadi malah mendatangkan mafsadah dan kemungkaran terhadap diri mereka dan terhadap Islam.
Namun dalam kondisi lenyapnya Negara Islam ini saya menasehatkan agar berinteraksi dengan manusia sesuai dengan siyasah syar’iyyah, mashlahat Islam dan kaum muslimin serta mashlahat da’wah sesuai dengan batasan-batasan syar’iyyah dan mempertimbangkan kondisi istidl’af (ketertindasan) kaum muslimin. Barangsiapa di antara orang kafir itu dia tergolong yang tidak memusuhi kaum muslimin dan tidak menampakkan hujatan terhadap dien mereka, maka tidak ada halangan dari berbuat baik kepadanya dan berinteraksi bersamanya dengan hal yang bisa membuatnya tertarik kepada dienul Islam dan menda’wahinya kepada Islam. Dan barangsiapa di antara orang kafir itu dia tergolong yang menghujat Islam dan memperolok-olokkan syari’atnya serta membuat makar buruk terhadap pemeluknya sedangkan kaum muslimin di negerinya itu lemah dari menanggulanginya dengan apa yang semestinya karena kelemahan mereka dan ketidakberdayaan mereka, maka berpaling darinya dan berlepas diri darinya dan dari perbuatannya, dan ditampakkan kepadanya keberlepasan diri atau permusuhan sesuai kemampuan, dan dibenci serta dijauhi, dan bila dia itu tergolong orang yang layak diajak diskusi maka diajak diskusi dan dipatahkan (hujjahnya), dan bila ia itu pedagang maka diboikot dan dihajr dan seterusnya…] (http://wp.me/pm3Zd-oL)
Demikianlah nasehat bagi orang-orang yang intima kepada da’wah mubarakah ini namun terjatuh ke dalam kekeliruan tadi (yaitu menyibukan diri dengan harta orang kafir harbiy…) Maka ambillah faidah darinya… perbanyaklah mengkaji sirah nabawiyyah, agar kita memahami bagaimana perjalananan Rasul dan para sahabatnya dalam berucap dan beramal… Sesungguhnya da’wah tauhid ini adalah da’wah yang suci……..
Kemudian kepada orang-orang yang senang menghujat dan menjelek-jelekan para muwahhidin yang terjatuh ke dalam kekeliruan tersebut atau yang melakukan ‘amaliyyat ijtihadiyyah (oprasi-oprasi jihad yang sifatnya ijtihadiy) yang tidak mereka sepakati, maka hendaklah mereka bersikap adil, karena telah jelas bahwa para penguasa thaghut dan aparatnya adalah lebih buruk dari itu dalam segala sisinya, selain kekafiran dan kemusyrikan mereka, dengan gaya kapitalisnya, mereka tak henti-henti menjarah dan merampas harta ummat ini, baik secara paksa maupun dengan dalih undang-undang yang menghalalkan pengambilan harta ummat tanpa hak, di samping mereka juga memonopoli kekayaan alam yang Allah sediakan bagi kaum muslimin.
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisiy fakkallahu asrah dalam kitabnya Ar Risalah Ats Tsalatsiniyyah berkata: [...di antara yang wajib diketahui dan diperhatikan serta dijaga di sini adalah bahwa mayoritas metode-metode yang dicela atas sebagian du’at tauhid itu terkubur beserta kekeliruan-kekeliruan lainnya di dalam sisi yang dibawa oleh para pemuda itu, berupa pembelaan terhadap tauhid, penegakan akan hal itu serta sikap bara’ah dari syirik dan para pelakunya. Ini adalah dasar penilaian kami terhadap ahlut tauhid, dan tidak halal sama sekali mengenyampingkan keutamaan yang agung ini, dan bagian yang penting yang kartu lembarannya melebihi berat puluhan lembaran dosa, maksiat dan kesalahan, dengan sebab sebagian kekeliruan yang mana ia itu termasuk hal furu’, dan itu bisa hilang bagi orang-orang yang ikhlas dengan pencarian ilmu, pengalaman dan kematangan serta dengan nasihat dan pembenahan dari orang-orang yang bertanggung jawab atas pengarahan mereka atau orang-orang yang menangani urusan mereka atau orang-orang yang bergaul langsung dengan mereka. Itu adalah sesuatu yang selalu kami upayakan dengan karunia Allah. Dan lembaran ini membahas bagian dari hal itu, sebagaimana yang engkau lihat….]
Demikian risalah ini saya tulis seraya memohon taufiq, pertolongan dan ampunan Allah Subhaanahu wa Ta’ala, semoga bermanfaat….
Alhamdulillaahirrobbil ‘aalamiin…
LP Kembang Kuning – NK
2 Rajab 1434 H
Abu Sulaiman