Cari Blog Ini

Jumat, 24 April 2015


strategi RI (bag ii)




  1. Pasukan/satuan tempur tergelar diseluruh wilayah nusantara, tidak hanya terpusat di Jawa, minimal 1 Batalyon untuk 1 Kabupaten (satuan diluar Kostrad).
  2. Divisi Kostrad, untuk kecepatan dan gelar dihadapkan dengan geografis dan kemungkinan ancaman dikembangkan dari 2 Divisi mejadi 3 Divisi dengan prioritas didekat trouble spot atau perbatasan yang rawan dengan pembagian wilayah Barat, Tengah dan Timur.
  3. Dalam rangka temu cepat, lapor cepat dan cegah dini maka satuan kewilayahan dan satuan intel dilengkapi dengan sarana komunikasi dan mobilitas sesuai dengan karakteristik wilayah.
  4. Rencana gelar pasukan agar dikoordinasikan dengan pemerintah setempat, sehingga penempatan pasukan disamping mengantisipasi ancaman juga untuk mengamankan jalur logistik dan pengamanan sentra produksi yang sudah ada atau yang akan direncakan.
Strategi Militer Ditinjau Dari Strategi Pertahanan Laut.
a. Tujuan. Pertahan laut nusantara bertujuan untuk melindungi dan menjamin kepentingan nasional di dan lewat laut.
b. Sasaran. Sasaran pertahanan laut nusantara merupakan tujuan keamanan, meliputi :
  1. Terwujudnya kesatuan wilayah NKRI.
  2. Penegakan kedaulatan dan hukum dilaut yurisdiksi nasional Indonesia.
  3. Terwujudnya keamanan dan keselamatan pelayanan di garis perhubungan laut.
  4. Terjaminnya keamanan sumber daya hayati maupun kekayaan alam dilaut.
  5. Terjaminnya kelestarian ekosistem kelautan.
  6. Pencegahan dan penggagalan segala bentuk tindakan serta ancaman lawan yang bertentangan dengan kepentingan nasional di dan lewat laut.
c. Pola pertahanan laut. Dengan memahami konstelasi geografi Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan 2/3 wilayahnya terdiri dari laut, letaknya pada posisi silang dan konsepsi pertahanan nasional, maka strategi pertahanan laut nusantara diwujudkan dalam 3 pola yaitu pola prefentif, preemtif dan represif. Konsep ini didasarkan pada pertahanan mendalam (defense in depth) dengan pergeseran medan juang yang bersifat dualistic komprehensif yaitu mawas keluar dan mawas kedalam. Mawas keluar mengandung pengertian untuk menyongsong musuh mulai dari batas terluar perairan yurisdiksi nasional, sedangkan mawas kedalam mengandung pengertian untuk menanggulangi ancaman dalam negeri yang menyatu dengan ancaman dari luar negeri. Dalam penyelenggaraan TNI AL sebagai komponen utama dibantu oleh komponen lainnya.
d. Dalam rangka pertahanan laut nusantara, ditata 3 pilar yang saling berkait yaitu :
  1. Pilar-I (Penangkalan). Dilaksanakan secara terus menerus sepanjang tahun dengan berbagai bentuk operasi laut baik dalam masa damai maupun darurat. Melalui operasi ini diharapkan dapat menyurutkan niat pihak lawan atau calon lawan, karena tindakannya dapat mengakibatkan kerugian atau resiko yang akan ditanggungnya sangat tidak seimbang dengan hasil yang akan diperoleh.
  2. ilar-II (Pertahanan mendalam). Mengandung pengertian bahwa musuh harus dicegah dan dihancurkan diluar batas wilayah laut nasional untuk mencegah jangan sampai lawan memasuki wilayah perairan Indonesia. Medan pertahanan laut ditata secara berlapis, sebagai berikut : a) Medan pertahanan penyanggah, yaitu diluar garis batas ZEE Indonesia dan lapisan udara diatasnya., b) Medan pertahaan utama, yaitu mulai dari batas luar laut territorial sampai dengan ZEE Indonesia dan lapisan udara diatasnya., dan c) Medan perlawanna yaitu merupakan daerah-daerah perlawanan yang berada pada laut territorial dan perairan kepulauan dan lapisan udara diwilayahnya berikut kompartemen strategis darat.
  3. Pilar-III (Perlawanan rakyat semesta). Merupakan implementasi dan kewajiban setiap warga Negara dalam pertahanan Negara yang memiliki sifat-sifat kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan dalam menghadapi setiap bentuk ancaman terhadap keselamatan bangsa dan Negara.
Memperhatikan strategi pertahanan laut nusantara tersebut diatas maka agar terwujud system pertahanan Negara yang handal perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a) yang ada (Barat dan TImur) menjadi 3 armada (Barat, Tengah dan Timur) dihadapkan dengan kemungkinan ancaman dan luasnya wilayah laut yang perlu diamankan., b) Dalam pengembangan kekuatan, perlu direncanakan kekuatan armada berimbang. Komposisi kekuatan haruslah terdiri dari gabungan unsur-unsur berbagai jenis yang dapat melaksanakan berbagai tugas sesuai tingkat ancman yang diahdapi dengan memperhatikan komposisi armada Negara-negara tetangga, maka komposisi armada berimbang terdiri dari perusak kawal rudal, kapal cepat rudal, kapal cepat peluru torpedo/meriam (KCT/M), penyapu ranjau, kapal angkut tank, kapal selam pesawat terbang, ranjau, marinir., dan c) Pada daerah laut yang berbatasan langsung dengan Negara lain, menjadi prioritas untuk dibangun lanal-lanal.
Strategi Militer Ditinjau Dari Strategi Pertahanan Udara.
a. Tujuan. Tujuan pertahanan udara yaitu penguasaan ruang dirgantara serta kedaulatan dan yurisdiksi nasional untuk menjamin terpeliharanya integritas dan kelestarian NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
b. Sasaran. Sasaran yang handal diwujudkan :
  1. Terciptanya suatu kondisi yang menjamin terwujudnya kekuatan dan kemampuan TNI AU secara optimal dalam rangka penyelenggaraan pertahanan Negara.
  2. Terselenggaranya pengawasan dan pengendalian ruang dirgantara wilayah kedualatan dan yurisdiksi nasional.
  3. Terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia.
c. Pola pertahanan udara. Dalam pertahanan udara menganut pertahanan area, pertahanan udara terminal dan pertahanan udara titik. Untuk terselenggaranya pertahanan udara diperlukan kemampuan pengamatan udara dan pengintaian udara yang handal.
Strategi penggunaan kekuatan udara :
  1. Strategi pelibatan kekuatan menganut strategi : Strategi penangkalan udara, Strategi pengendalian udara, Strategi pemukul udara, dan Strategi dukungan udara.
  2. Strategi penggelaran kekuatan dengan a) Palagan lapis I. Yaitu wilayah udara dari keatas ZEE kearah luar menuju arah gerak maju musuh., b) Palagan lapis II. Yaitu wilayah udara dari batas teritorial sampai dengan batas ZEE., dan c) Palagan lapis III. Yaitu wilayah udara teritorial Indonesia.
Gelar kekuatan udara menggunakan strategi penempatan alut sistaud dipangkalan induk dan penggelaran operasi yang disiapkan dengan menganut prinsip “bare base consept”.
Dihadapkan dengan hal tersebut diatas, maka beberapa hal yang perlu dilakukan kedepan agar terwujud sistem pertahanan Negara yang handal antara lain :
  1. Perlu ditingkatkan sistem deteksi dini, lapor cepat dan cegah dini dengan cara menempatkan radar pendeteksi dengan prioritas wilayah yang berbatasan dengan wilayah Negara lain.
  2. Perlu peningkatan jumlah pesawat angkut dalam rangka pemindahan taktis satuan darat.
  3. Perlu perimbangan kekuatan udara dengan Negara tetangga dalam rangka eksistensi Negara untuk mempertahankan kedualatan NKRI.
Dari uraian tentang strategi militer ketiga angkatan dalam rangka membangun pertahanan nasional yang tangguh di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Strategi pertahanan matra darat dengan melakukan gelar pasukan matra darat yang dikoordinasikan dengan pemerintah setempat, sehingga penempatan pasukan disamping mengantisipasi ancaman juga untuk mengamankan jalur logistik dan pengamanan sentra produksi yang sudah ada atau yang akan direncakan.
  2. Strategi pertahanan matra laut dengan melakukan menggelar 3 armada (Barat, Tengah dan Timur) dengan kekuatan armada berimbang. Komposisi kekuatan haruslah terdiri dari gabungan unsur-unsur berbagai jenis yang dapat melaksanakan berbagai tugas sesuai tingkat ancman yang diahdapi dengan memperhatikan komposisi armada Negara-negara tetangga yang terdiri dari perusak kawal rudal, kapal cepat rudal, kapal cepat peluru torpedo/meriam (KCT/M), penyapu ranjau, kapal angkut tank, kapal selam pesawat terbang, ranjau, dan kekuatan marinir.
  3. Strategi pertahanan matra udara dengan mengelar kekuatan udara menggunakan strategi penempatan alut sistaud dipangkalan induk dan penggelaran operasi yang disiapkan dengan menganut prinsip “bare base consept”. Perlu ditingkatkan sistem deteksi dini, lapor cepat dan cegah dini dengan cara menempatkan radar pendeteksi dengan prioritas wilayah yang berbatasan dengan wilayah Negara lain dan penambahan pesawat angkut dalam rangka pemindaham taktis pasukan darat.
Sekilas konsep Strategi Pertahanan RI

Dalam uraian ini dibahas konsep pertahanan nasional RI. Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa pembinaan dan pendayagunaan rakyat adalah unsur utama dalam pertahanan RI, maka sistematis pertahanan RI harus disusun dalam urutan sebagai berikut.
  1. Penumbuhan kesadaran rakyat dalam konteks pertahanan nasional. Hakekat ancaman keberadaan bangsa dan potensi-potensi ancaman tersebut khususnya bentuk, asal dan tujuannya dari ancaman-ancaman tersebut harus dibina dan ditanamkan pada seluruh rakyat. Hal ini bisa dicapai dengan penyuluhan lewat media-media pekabaran dan penerangan langsung lewat siaran radio, TV, pendidikan pentingnya kesadaran bela negara mulai dari SD hingga PTN.
  2. Mengajak rakyat untuk ikut giat dalam formasi pertahanan itu sendiri dalam arti yang sebenarnya. Di sini diusulkan untuk dibentuk dua jenis unsur pertahanan. Yang pertama adalah unsur pertahanan inti (central core-defence entity) yang berupa tentara profesional dan digaji pemerintah pusat dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya. Yang ke-dua adalah unsur pertahanan teritorial (territorial defence entity) yang personilnya adalah rakyat yang berdinas secara periodik dan bersifat wajib dengan pembiayaan di serahkan pada pemerintah daerah. Kedua unsur pertahanan ini harus di koordinir dalam suatu format komando gabungan yang diatur secara sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah. Ada pun secara kematraan, unsur pertahanan teritorial sesuai dengan namanya hanya akan mencakup satu matra, yakni matra darat sedangkan unsur pertahanan inti akan memiliki tiga matra yakni darat, laut dan udara.
  3. Pembentukan dan pengorganisasian badan intelijen yang memadai dan ber redundansi tinggi. Pada era informasi saat ini pengadaan badan intelijen yang berkemampuan seperti di atas sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Badan intelijen ini akan berfungsi untuk pendukung pengadaan data yang akurat guna pelaksanaan operasi operasi pertahanan baik yang akan dilakukan oleh unsur pertahanan inti maupun teritorial atau gabungan keduanya. Badan intelijen ini harus dipisahkan secara organisasi dari unsur-unsur pertahanan di atas akan tetapi harus diberikan mekanisme yang sedemikian sehingga bisa menjalankan tugasnya sebagai unsur pengadaan data pengedali operasi secara terintegrasi dalam sistim nasional pertahanan.
  4. Kemandirian kemampuan sarana dan prasarana pertahanan. Khususnya perlengkapan militer yang harus di usahakan untuk di buat sendiri di dalam negeri. Mulai dari yang sederhana seperti seragam dinas sampai alat-alat berat. Pencapaian tujuan ini bisa dilakukan dengan mulai membeli lisensi pembuatan perangkat militer dilanjutkan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan dengan melibatkan kerjasama unsur-unsur pemerintah, swasta dan universitas untuk alih teknologi pembuatan perangkat militer tersebut. Dalam konteks ini harus dibuat urutan peringkat. Peringkat pertama adalah kebutuhan pembentukan unit infanteri (contoh: seragam dinas, senjata serbu, radio taraf regu dan kompi, pengadaan jeep dan truk). Selanjutnya bisa diteruskan ke pembuatan perangkat militer yang lain. Jika keuangan memungkinkan, maka bisa juga seluruh proses dilakukan sejajar.
  5. Meningkatkan persahabatan dengan negara negara tetangga, khususnya di wilayah regional (ASEAN) dalam konteks ekonomi, perdagangan, industri dan kebudayaan. Dengan semikian akan tercapai suatu sikap saling mengerti, yang dapat mencegah konflik yang bisa berakibat negatif pada sistim nasional pertahanan RI. Pengadaan latihan bersama juga bisa dilakukan dengan intensif.

Postur Pertahanan RI.
Kekuatan Laut
Fungsi utama kekuatan laut pada masa damai adalah mengamankan wilayah samudra serta menciptakan suasana keamanan yang kondusif untuk kegiatan ekonomi. Dalam keadaan perang kekuatan laut kita sedapat mungkin memiliki kemampuan untuk menahan serbuan musuh di laut dan jika perlu harus sanggup menumpas kekuatan musuh sebelum mendarat ke pantai pantai RI. Di sini konsep penghancuran kekuatan musuh akan dipusatkan pada konteks pertahanan pantai dalam artian empasisnya tetap pada proyeksi kekuatan yang terbatas. Dalam melaksanakan tugas tersebut kekuatan udara akan memberikan dukungan penuh pada kekuatan laut.
Untuk pelaksanaan tugas tersebut dibutuhkan armada kapal perang dari kategori fregat dan perusak didukung oleh sejumlah besar kapal selam pantai dan kapal penyerang cepat. Kekuatan laut juga harus dilengkapi dengan sejumlah kapal pengangkut pasukan dalam jumlah yang memadai untuk mendukung kelancaran operasi amfibi. Postur kekuatan laut akan terdiri dari:
    • Armada Penghancur yang terdiri dari : Gugus (eskader) kapal antipesawat, Gugus kapal antikapal permukaan, Gugus kapal antikapal selam dan kemampuan bombardemen pantai dan Gugus Bawah Air.
    • Armada Pengawal bertugas mengawal gugus kapal pengangkut pasukan dan gugus ini berkekuatan Gugus kapal-kapal penyerang cepat yang harus dilengkapi dengan peluru peluru kendali, antipesawat, antikapal dan antikapal selam.
    • Armada Pengangkut akan berkekuatan gugus kapal pengangkut pasukan berbagai jenis yang berfungsi mengangkut pasukan dan peralatan tempur ke titi-titik konflik.
    • Dan formasi terakhir adalah Armada Pendukung yang terdiri dari Gugus kapal penyapu ranjau, penyebar ranjau, penyigi hidrografi, kapal rumah sakit dan kapal tanker.
Armada penghancur dan pengawal pada masa damai bisa bertugas untuk berpatroli mengamankan perairan nasional.
Setiap Gugus (eskader) akan berkekuatan minimum 3 Skadron maksimum 5 Skadron, masing-masing Skadron berkekuatan 4 – 6 kapal dengan fungsi yang sama. Kecuali helikopter yang mendukung operasi maritim secara taktis dan berpangkalan di atas kapal kapal perang utama maupun pendukung, kekuatan laut tidak akan dilengkapi dengan pesawat jenis lain. Seluruh kemampuan serang udara maritim yang lebih besar kapasitasnya dari kemampuan helikopter tersebut akan diambil alih oleh kekuatan udara.
Demikian juga untuk tugas tugas militer yang bersifat ‘darat’. Kekuatan laut masih bisa memiliki formasi kecil kekuatan ‘darat’ berupa sejumlah unit infanteri ringan dengan kapasitas terbatas yang bisa dibawa ikut berlayar dan Polisi Militer Angkatan Laut. Akan tetapi pasukan darat AL atau Korps Marinir yang besar dan berkemampuan ofensif tidak lagi diperlukan. Unsur ‘pasukan darat’ untuk fungsi ofensif ini dengan seluruh matra perlengkapannya akan diambil alih oleh kekuatan darat inti yang mana pasukan pasukan nya sudah dilatih dengan kualifikasi amfibi. Juga untuk pengamanan pelabuhan dan fasilitas AL bisa diambil alih oleh pasukan darat teritorial di provinsi provinsi pantai.
Dengan demikian Markas Besar Angkatan Laut hanya akan terbatas pada penanganan kapal-kapal perang dan operasi laut.

Kekuatan Udara
Pada masa damai kekuatan udara akan berfungsi utama untuk mengamankan wilayah udara serta ikut memonitor wilayah lautan, berkoordinasi dengan kekuatan laut. Pada masa perang, kekuatan udara akan berfungsi untuk menghancurkan musuh di laut dalam rangka membantu kekuatan laut. Jadi di sini fungsi kekuatan udara sangat taktis dan tidak dimaksudkan untuk memiliki potensi proyeksi kekuatan yang besar. Kekuatan udara juga berfungsi sebagai sarana angkutan gerak cepat ke titik-titik konflik di seluruh wilayah nasional.
Adapun kompartemen kekuatan udara meliputi:
Komando Udara Taktis
Komando ini berkekuatan Wing Sergap, Wing Pemburu dan Wing Penyerang. Seluruhnya terbatas pada fungsi operasi udara taktis. Wing Sergap akan berfungsi sebagai unsur patroli udara dan penanganan unsur asing yang memasuki wilayah dirgantara nasional tanpa ijin. Wing Pemburu akan berfungsi untuk menghadapi pesawat lawan dalam keadaan perang udara. Wing Penyerang akan berfungsi untuk mendukung operasi darat dan menghancurkan garis belakang lawan dalam suasana perang.
Komando Udara Maritim
Kekekuatan ini terdiri dari Wing Patroli Maritim dan Wing Serang Maritim. Wing Patroli Maritim berkoordinasi dengan kekuatan laut akan memonitor seluruh wilayah perairan nasional. Adapun Wing Serang Maritim akan berfungsi untuk menghancurkan sasaran di permukaan mau pun bawah laut yang tentunya dalam menjalankan tugasnya berkoordinasi penuh dengan kekuatan laut.
Komando Udara Pengangkut
Komando ini berfungsi untuk mengangkut pasukan darat inti ke lokasi lokasi konflik dengan mebawa seluruh peralatannya. Dalam kasus bencana alam juga bisa dimobilisir untuk mebantu pasukan darat teritorial.
Jajaran terbesar dalam kekuatan udara adalah Wing, sesuai dengan doktrin kita yang bersifat taktis. Setiap Wing akan berkekuatan minimum 3 Skadron Terbang dengan didampingi 1 Skadron Teknik atau kekuatan maksimum 5 Skadron Terbang dengan 1 Skadron Teknik. Setiap Komando Udara akan berkekuatan antara 3 sampai 4 Wing. Beberapa Skadron di jajaran Wing Penyerang (yang bertugas mendukung operasi darat) juga harus di lengkapi dengan helikopter tempur juga Wing Angkut harus memiliki helikopter angkut yang memadai. Demikian juga beberapa Skadron di jajaran Komando Udara Maritim harus diperlengkapi dengan helikopter antikapal selam dan helikopter antikapal dalam jumlah yang cukup.
Unsur pertahanan udara pasif seperti jaringan radar (radar network) dengan peluru kendali mau pun meriam antipesawat seluruhnya ada di bawah komando kekuatan darat. Pengamanan dan Pengendalian pangkalan udara akan diambil alih oleh kekuatan darat teritorial yang di wilayah wewenangnya ada pangkalan udara militer. Untuk tugas ini maka kekuatan darat tersebut akan dibekali dengan kualifikasi yang diperlukan.
Demikian juga tugas ofensif ‘darat’ dari kekuatan udara untuk fungsi fungsi yang khas operasi udara akan dilakukan oleh pasukan darat inti yang telah memiliki kualifikasi lintas udara, terjun payung, SAR Tempur, Pengendalian Tempur dan kualifikasi lain yang diperlukan. Dengan demikian unit pasukan ‘darat’ kekuatan udara bisa dihilangkan. Kekuatan ‘darat’ kekuatan udara hanya terbatas pada Polisi Militer Angkatan Udara.
Markas Besar Angkatan Udara, nantinya hanya terbatas pada pengurusan seluruh aktivitas operasi/operasi militer di udara dengan menggunakan matra udara murni pesawat terbang.

Badan Intelijen Pertahanan
Badan Intelijen Pertahanan bertugas untuk mengumpulkan data yang akan menjadi tumpuan segala bentuk pelaksanaan operasi militer dalam berbagai skala guna kepentingan pertahanan nasional. Karena formasi dari kekuatan laut, darat dan udara yang sifatnya sangat taktis dan berpotensi proyeksi kekuatan yang relatif rendah serta sangat menggantungkan pada kodisi dan situasi lingkungan sekitar wilayah regional yang kondusif untuk keperluan pertahanan itu sendiri maka posisi Badan Intelijen ini akan menjadi sangat vital. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Intelijen ini harus bersifat independen dan untuk kelancaran tugas koordinasi yang kontinyu dan sinergis. Dukungan penuh dari unsur unsur kompartemen negara lainnya -departemen lain misalnya- mutlak diperlukan. Badan Intelijen ini akan menempatkan agen-agennya baik di dalam dan di luar negeri untuk mendeteksi segala denyut perubahan suhu politik ekonomi maupun sosial baik di dalam dan di luar negeri yang akan berpengaruh pada situasi kondusif pada pertahanan nasional RI. Jadi badan ini harus mengumpulkan data yang lengkap tidak saja kegiatan kemiliteran tetapi juga naik dan turunnya saham, kondisi politik negara tetangga dan tingkat kriminalitas negara tetangga. Yang mana semuanya harus bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan situasi kondusif bagi pertahanan nasional RI.
Sesuai dengan tugasnya yang terbatas pada pengisian pangkalan data maka Badan Intelijen ini lebih pada penyediaan sarana data tersebut secara lengkap. Adapun pengolahan data tersebut menjadi informasi akan diserahkan pada institusi masing-masing yang membutuhkannya.
Badan Intelijen ini harus sanggup mengoperasikan segala bentuk teknologi informasi yang canggih dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualifikasi dalam pelaksanaan tugas tersebut. Harus juga diperjuangkan bahwa Badan ini akan mampu memiliki semua perangkat keras mau pun lunaknya yang diproduksi di dalam negeri.

Jaringan Pertahanan Nasional (National Defence Network)
Jaringan ini merupakan suatu kumpulan seluruh unsur bangsa yang digabungkan dalam suatu format pangkalan data yang untuk keperluan pertahanan nasional.
Termasuk dalam jaringan ini adalah jaringan pertahanan udara yang akan mengatur, menyeimbangkan dan mensinergikan tugas dan fungsi pesawat tempur, radar-radar pengawas wilayah udara berikut peluru kendali dan meriam-meriam antipesawat serta kapal-kapal perang yang dilengkapi dengan rudal antipesawat. Lalu juga jaringan pertahanan maritim yang akan mengatur, menyeimbangkan dan mensinergikan tugas dan fungsi kapal-kapal perang, kapal selam, kapal pendukung, pesawat patroli dan penyerang maritim serta markas-markas pasukan darat yang berkualifikasi amfibi.
Jaringan ini juga berisikan data lengkap tentang kondisi dan situasi dari unsur pertahanan teritorial sekaligus berfungsi mengatur, menyeimbangkan dan mensinergikannya dengan tugas dan fungsi dari unsur pertahanan inti dari ketiga matra.
Data data intelijen dari Badan Intelijen Pertahanan juga akan dimasukkan di sini berikut data data kemampuan industri militer maupun penunjang militer dalam negeri. Seluruhnya dalam format yang harus selalu bisa digapai oleh pihak yang berwewenang setiap saat dibutuhkan dan senantiasa dilakukan proses pemutakhiran yang teratur.
Jaringan pertahanan nasional bisa juga disambungkan dengan jaringan sejenis dari negara negara sahabat dalam limgkup regional untuk lebih meningkatan kapasitas informasinya dalam rangka meningkatkan kemampuannya dalam mendukung pertahanan nasional negara RI.
Konsep Blitzkrieg

1. Angkatan Udara menyerang garis depan dan posisi samping musuh, jalan utama, bandar udara dan pusat komunikasi. Pada waktu yang bersamaan Infantri menyerangan seluruh garis pertahanan (atau setidaknya pada tempat-tempat penting) dan juga menyerang musuh. Cara ini akan mengendalikan musuh untuk mengetahui kekuatan utama yang akan menyerang mereka sehingga cara ini akan membuat pihak musuh kesulitan untuk membuat strategi pertahanan.

2. Memusatkan unit-unit Tank untuk menghancurkan garis-garis pertahanan utama sekaligus menusuk masuk tank-tank untuk jauh kedalam wilayah musuh, sementara unit yang sudah dimekanisasi melakukan pengejaran dan pertempuran dengan pihak musuh yang bertahan sebelum mereka sempat membuat posisi pertahanan. Infantri turut serta bertempur dengan musuh agar pihak musuh tertipu dan menjaga kekuatan musuh untuk tidak menarik diri dari pertempuran agar nantinya menghindari pihak musuh untuk membentuk pertahanan yang efektif.

3. Infantri dan unit pendukung lainnya menyerang sisi musuh (enemy flank) dalam rangka melengkapi hubungan dengan grup/kelompok lainnya sekaligus mengepung musuh dan/atau menguasai posisi strategis.

4. Grup yang sudah dimekanisasi (seperti Tank) mempelopori masuk lebih dalam kedalam wilayah musuh untuk mengepung posisi musuh dan memparalelkan dengan sisi musuh untuk mencegah penarikan pasukan dan pihak bertahan musuh untuk mendirikan posisi bertahan yang efektif.

5. Pasukan utama bergabung dengan pasukan yang sudah mengepung posisi musuh untuk selanjutnya menghancurkan pertahanan musuh.

Kamis, 23 April 2015

(Seri – 2)
Inti Dakwah Para Rasul


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

PERTAMA: Kufur Kepada Thaghut
Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kewajiban pertama yang Allah fardhukan atas anak Adam adalah kufur terhadap thaghut dan iman kepada Alah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana yang Dia firmankan:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat itu seorang rasul (mereka mengatakan kepada kaumnya): Ibadahlah kepada Allah dan jauhi thaghut” (QS. An Nahl [36]: 36)
Perintah kufur terhadap thaghut dan iman kepada Allah adalah inti dari ajaran semua rasul dan pokok dari islam. Dua hal ini adalah landasan utama diterimanya amal shalih, dan keduanyalah yang menentukan status seseorang apakah dia itu muslim atau musyrik, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Siapa yang kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia itu telah berpegang teguh kepada buhul tali yang sangat kokoh (Laa ilaaha ilallaah)” (QS. Al Baqarah [2]: 256)
Bila seseorang beribadah dengan menunaikan shalat, zakat, shaum, haji dan sebagainya, akan tetapi dia tidak kufur terhadap thaghut, maka dia itu bukan muslim dan amal ibadahnya tidak diterima.
Adapun tata cara kufur kepada thaghut adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah:
1. Engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah
2. Engkau meninggalkannya,
3. Engkau membencinya,
4. Engkau mengkafirkan pelakunya,
5. Dan engkau memusuhi para pelakunya.
Ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka mengatakan kepada kaumnya: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)
Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1.      Engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah.
Ibadah adalah hak khusus Allah, maka ketika dipalingkan kepada selain Allah, itu adalah syirik lagi bathil. Do’a adalah ibadah sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Berdo’alah kepadaKu, tentu akan Kukabulkan permohonan kalian, sesungguhnya orang-orang yang menolak beribadah kepadaKu, maka mereka akan masuk nereka Jahannam dalam keadaan hina” (QS. Al Mukmin [40]: 60)
Rasulullah Shalallahu‘alaihi wa sallam besabda: “Do’a itu adalah ibadah” Memohon kepada orang-orang yang sudah mati adalah di antara bentuk pemalingan ibadah do’a kepada selain Allah, dan itu harus diyakini bathil, sedang orang yang meyakini bahwa memohon kepada orang atau wali yang sudah mati adalah sebagai bentuk pengagungan terhadap wali tersebut maka dia belum kufur terhadap thaghut.
Sembelihan adalah ibadah, dan bila dipalingkan kepada selain Allah, maka hal tersebut adalah syirik lagi bathil, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢) لا شَرِيكَ لَهُ

“Katakanlah, Sesunggunya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Rabbul ‘alamin, tiada satu sekutupun bagi-Nya…” (QS. Al An’am [6]: 162-163)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah (tumbal)” (HR.Muslim)
 Sedangkan dalam kenyataan, orang yang membuat tumbal, baik berupa ayam atau kambing saat hendak membangun rumah, gedung, jembatan dsb, dia menganggap sebagai tradisi yang patut dilestarikan, maka orang ini tidak kufur terhadap thaghut.
Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan cara bersedekah makanan adalah ibadah, sedangkan taqarrub kepada jin dan syaitan dengan sesajen adalah syirik lagi bathil. Allah berfirman tentang syiriknya orang-orang Arab dahulu:

وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا

“Dan mereka menjadikan bagi Allah satu bahagian dari apa yang telah Allah ciptakan berupa tanaman dan binatang ternak. Mereka mengatakan sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini bagi Allah dan ini bagi berhala-berhala kami” (QS. Al An’am [6]: 136).
Jadi orang yang menganggap pembuatan sesajen sebagai tradisi yang mesti dilestarikan, berarti dia tidak kufur terhadap thaghut.
Wewenang (menentukan/membuat hukum/undang-undang/aturan adalah hak Allah. Penyandaran hukum kepada Allah adalah bentuk ibadah kepada-Nya, sedangkan bila wewenang itu disandarkan kepada makhluk, maka itu adalah syirik dan merupakan suatu bentuk ibadah kepada makhluk tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

“…(Hak) hukum itu tidak lain adalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepadaNya. Itulah dien yang lurus” (QS. Yusuf [12]: 40)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan manusia agar tidak menyandarkan hukum, kecuali kepada Allah, dan Allah namakan penyandaran hukum itu sebagai ibadah, sehingga apabila disandarkan kepada makhluk maka hal itu adalah perbuatan syirik, sebagaimana firman-Nya:

وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

“Dan janganlah kalian memakan dari (sembelihan) yang tidak disebutkan nama Allah padanya, sesungguhnya hal itu adalah fisq. Dan sesungguhnya syaitan mewahyukan kepada wali-walinya untuk mendebat kalian, dan bila kalian menta’ati mereka maka sungguh kalian ini adalah orang-orang musyrik” (QS. Al An’am [6]: 121)
Kita mengetahui dalam ajaran islam bahwa sembelihan yang tidak memakai nama Allah adalah bangkai dan itu haram, sedangkan dalam ajaran kaum musyrikin adalah halal. Syaitan membisikan kepada wali-walinya (agar berkata): “Hai Muhammad, ada kambing mati di pagi hari, siapakah yang membunuhnya?” maka Rasulullah menjawab, “Allah yang telah mematikannya” Mereka berkata, “Kambing yang telah Allah sembelih (maksudnya bangkai) dengan tangan-Nya Yang Mulia kalian haramkan, sedangkan yang kalian sembelih dengan tangan-tangan kalian, kalian katakan halal, berarti sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah” (HR. Hakim)
Ucapan tersebut adalah wahyu syaitan untuk mendebat kaum muslimin agar setuju dengan aturan yang menyelisihi aturan Allah, dan agar setuju dengan penyandaran hukum kepada mereka, maka Allah tegaskan bahwa apabila mereka (kaum muslimin) setuju dengan hal itu berarti mereka telah musyrik.
Dan dalam ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka (orang-orang Nashrani) telah menjadikan para Harb (ahli ilmu/ulama) dan para Rahib (ahli ibadah) sebagai Arbaab (tuhan-tuhan) selain Allah. Juga Al Masih putera Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan Yang Haq kecuali Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At Taubah [9]: 31).
Dalam ayat ini Allah vonis orang-orang Nashrani sebagai berikut:
– Mereka telah mempertuhankan para ahli ilmu dan para rahib
– Mereka telah beribadah kepada selain Allah.
– Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
– Mereka telah musyrik
– Juga para ahli ilmu dan para rahib tersebut Allah vonis mereka sebagai Arbaab.
Imam At Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang shahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka, atau apa bentuk penyekutuan atau penuhanan yang telah kami lakukan sehingga kami disebut telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka? Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?” Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: “Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).
Jadi orang Nashrani divonis musyrik karena mereka setuju dengan penyandaran hukum kepada ahli ilmu dan para rahib, meskipun itu menyelisihi aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sedangkan pada masa sekarang, orang meyakini bahwa demokrasi adalah pilihan terbaik, atau minimal boleh menurut mereka. Padahal demokrasi berintikan pada penyandaran wewenang hukum kepada kedaulatan rakyat atau wakil-wakilnya, sedangkan ini adalah syirik, maka orang tersebut tidak kufur terhadap thaghut dan dia itu belum muslim.
Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan semua peribadatan diatas:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ

“Itu dikarenakan sesungguhnya Allah adalah satu-satunya Tuhan Yang Haq, dan sesungguhnya apa yang mereka seru selain Dia adalah bathil” (QS. Luqman [31): 30)
Juga firman-Nya Subahanahu Wa Ta’ala:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ

Itu dikarenakan sesungguhnya Allah adalah satu-satunya Tuhan Yang Haq dan sesungguhnya apa yang mereka seru selainNya adalah yang bathil” (QS. Al Hajj [22]: 62)
2.      Engkau meninggalkannya
Meyakini perbuatan syirik itu adalah bathil belumlah cukup, namun harus disertai meninggalkan perbuatan syirik itu. Orang yang meyakini pembuatan tumbal/sesajen itu bathil, akan tetapi karena takut akan dikucilkan masyarakatnya lalu ia melakukan hal tersebut, maka dia tidak kufur terhadap thaghut. Orang yang meyakini bahwa demokrasi itu syirik, tetapi dengan dalih “Mashlahat Dakwah” lalu ia masuk ke dalam sistem demokrasi tersebut, maka dia tidak kufur terhadap thaghut. Seperti orang yang membuat partai-partai berlabel Islam dalam rangka ikut dalam “Pesta Demokrasi”.
Sesungguhnya kufur terhadap thaghut menuntut seseorang untuk meninggalkan dan berlepas diri dari kemusyrikan tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (٢٦) إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian ibadati” (QS. Az Zukhruf [43]: 26-27).
Juga firman-Nya tentang Ibrahim ‘alaihissalam:

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ

Dan saya tinggalkan kalian dan apa yang kalian seru selain Allah” (QS. Maryam [19]: 48)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi akan Laa ilaaha ilallaah…” (Muttafaq ‘alaih)
Sedangkan orang yang tidak meninggalkan syirik, maka dia itu tidak dianggap syahadatnya, karena yang dia lakukan bertentangan dengan apa yang dia ucapkan, oleh sebab itu Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Dan siapa yang bersyahadat laa ilaaha ilallaah, namun di samping ibadah kepada Allah, dia beribadah kepada yang lain juga, maka syahadatnya tidak dianggap meskipun dia shalat, shaum, zakat dan melakukan amalan Islam lainnya” (Ad Durar As Saniyyah: 1/323, & Minhajut Ta’sis: 61).
Syaikh ‘Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata: “Ulama berijma, baik ulama salaf maupun khalaf dari kalangan para shahabat dan tabi’in, para imam dan semua Ahlus Sunnah bahwa orang tidak dianggap muslim, kecuali dengan cara mengosongkan diri dari syirik akbar dan melepaskan diri darinya” (Ad Durar As Saniyyah: 11/545). Beliau juga berkata: “Siapa yang berbuat syirik, maka dia telah meninggalkan Tauhid” (Syarah Ashli Dienil Islam, Majmu’ah tauhid).
Orang berbuat syirik, dia tidak merealisasikan firman-Nya:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Dan mereka itu tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah seraya memurnikan seluruh ketundukan kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah [98]: 5).
Orang yang melakukan syirik akbar meskipun tujuannya baik maka dia tetap belum kufur terhadap thaghut.
Al Imam Su’ud Abdil Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud rahimahullah berkata:  “Orang yang memalingkan sedikit dari (ibadah) itu kepada selain Allah maka dia itu musyrik, sama saja dia itu ahli ibadah atau orang fasik, dan sama saja maksudnya itu baik atau buruk” (Durar As Saniyyah: 9/270).
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad rahimahullah mengatakan:  “Sesungguhnya pelafalan Laa ilaaha ilallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya berupa komitmen terhadap tauhid, meninggalkan syirik, dan kufur kepada thaghut maka sesungguhnya hal itu (syahadat) tidak bermanfaat berdasarkan ijma (para ulama)” (Kitab Taisir)
Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata: “Para ‘ulama telah ijma, bahwa siapa yang memalingkan sesuatu dari dua macam do’a kepada selain Allah, maka dia telah musyrik meskipun dia mengucapkan Laa ilaaha ilallaah Muhammadur Rasulullah, dia shalat, shaum dan mengaku muslim” (Ibthal At Tandid: 76).
Syaikh ‘Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Orang tidak disebut muwahhid kecuali dengan cara menafikan syirik dan bara’ah darinya” (Syarh Ashli Dienil Islam)
Jadi, orang yang tidak meninggalkan syirik, maka dia tidak kufur terhadap thaghut.
3.      Engkau Membencinya
Orang yang meninggalkan perbuatan syirik akan tetapi dia tidak membencinya, maka dia belum kufur terhadap thaghut. Ini dikarenakan Allah mensyaratkan adanya kebencian terhadap syirik dalam merealisasikan tauhid kepada-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ

“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian ibadati (QS. Az Zukhruf [43]: 26)
Kata bara’ (berlepas diri) dari syirik itu menuntut adanya kebencian akan adanya syirik itu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”
Kebencian terhadap syirik ini berbentuk realitanya yaitu tidak hadir di majelis syirik saat syirik sedang berlangsung. Sebagai contoh: orang yang hadir di tempat membuat atau mengubur tumbal yang sedang dilakukan, maka dia itu sama dengan pelakunya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ

“Dan sungguh Dia telah menurunkan kepada kalian dalam Al Kitab, yaitu bila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kalian duduk bersama mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena sesungguhnya kalian (bila duduk bersama mereka saat hal itu dilakukan), berarti sama (status) kalian dengan mereka” (QS. An Nisaa’ [4]: 140)
Jadi orang yang duduk dalam majelis di mana kemusyrikan atau kekufuran sedang berlangsung atau sedang dilakukan atau dilontarkan (diucapkan) dan dia duduk tanpa dipaksa dan tanpa mengingkari hal tersebut maka dia sama kafir dan musyrik seperti para pelaku kemusyrikan tersebut.
Seandainya kalau tidak dapat mengingkari dengan lisannya, maka hal tersebut harus diingkari dengan hatinya yang berbentuk sikap meninggalkan majelis tersebut. Sungguh sebuah kesalahan fatal orang yang mengatakan: “Saya ingkar dan benci di hati saja” sedangkan dia tidak pergi meninggalkan majelis tersebut.
Oleh karenanya para shahabat pada masa khalifah Utsman radliyallahu ‘anhu ber-ijma atas kafirnya seluruh jama’ah mesjid di kota Kuffah saat salah seorang di antara mereka mengatakan: “Saya menilai apa yang dikatakan Musailamah itu bisa jadi benar” (Riwayat para penyusun As Sunan/Ashhabus Sunan) dan yang lain -yang hadir di mesjid- tidak mengingkari ucapannya seraya pergi darinya.
Orang yang tidak membenci ajaran syirik, agama kuffar, system kafir, dan thaghut berarti ia tidak kufur terhadap thaghut.
4.   Engkau Mengkafirkan Pelakunya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkafirkan para pelaku syirik akbar dalam banyak ayat, diantaranya:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Dan orang-orang yang menjadikan sembahan-sembahan selain Allah, (mereka mengatakan): “kami tidak beribadah kepada mereka, melainkan supaya mereka itu mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah memutuskan diantara mereka dihari kiamat dalam apa yang telah mereka perselisihkan, sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang yang dusta lagi sangat kafir” (QS. Az Zumar [39]: 3)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

“Dan siapa yang menyeru ilaah yang lain bersama Allah yang tidak ada bukti dalil kuat buat itu baginya, maka perhitungannya hanyalah disisi Rabnya, sesungguhnya tidak beruntung orang-orang kafir itu” (QS. Al Mu’minun [23]: 117)
Bila Allah mengkafirkan para pelaku syirik, maka orang yang tidak mengkafirkan mereka berarti tidak membenarkan Allah.
Dia Subhahu Wa Ta’ala juga telah memerintahkan untuk mengkafirkan para pelaku syirik, di antaranya adalah firman-Nya:

وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Dan dia menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah supaya dia menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya, katakanlah, “Nikmatilah kekafiranmu sebentar, sesungguhnya kamu tergolong penghuni neraka” (QS. Az Zumar [39]: 8)
Dan orang yang tidak mengkafirkan pelaku syirik, berarti dia menolak perintah Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha ilallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya adalah atas Allah” (HR. Muslim)
Para imam dakwah Najdiyyah telah menjelaskan maksud sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah”, maksud kalimat tersebut adalah: Mengkafirkan pelaku syirik dan berlepas diri dari mereka dan dari apa yang mereka ibadati” (Ad Durar As Saniyyah: 291)
Orang yang tidak mengkafirkan pelaku syirik akbar adalah orang yang tidak kufur kepada thaghut.
Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik atau ragu akan kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka, maka dia telah kafir” (Risalah Nawaqidlul Islam)
Syaikh ‘Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Seseorang tidak menjadi muwahhid kecuali dengan menafikan syirik, berlepas diri darinya dan mengkafirkan pelakunya” (Syarh Ashli Dienil Islam – Majmu’ah Tauhid)
Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu ‘Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Dan sebahagian ulama memandang bahwa hal ini (mengkafirkan pelaku syirik) dan jihad di atasnya adalah salah satu rukun yang mana Islam tidak tegak tanpanya” (Mishbahuzh Zhallam: 28).
Beliau berkata lagi: “Adapun menelantarkan jihad dan tidak mengkafirkan orang-orang murtad, orang yang menjadikan andaad (tandingan-tandingan) bagi Tuhannya, dan orang yang mengangkat andaad dan arbaab (tuhan-tuhan) bersama-Nya, maka sikap seperti ini hanyalah ditempuh oleh orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang tidak mengagungkan perintah-Nya, tidak meniti jalan-Nya dan tidak mengagungkan Allah dan Rasul-Nya dengan pengagungan yang sebenar-benarnya pengagungan terhadap-Nya, bahkan dia itu tidak menghargai kedudukan ulama dan para imam umat ini dengan selayaknya” (Mishbahuzh Zhalam: 29)
Para imam dakwah Nejd berkata: “Di antara hal yang mengharuskan pelakunya diperangi adalah sikap tidak mengkafirkan pelaku-pelaku syirik atau ragu akan kekafiran mereka karena sesungguhnya hal itu termasuk pembatal dan penggugur keislaman. Siapa yang memiliki sifat ini maka dia telah kafir, halal darah dan hartanya serta wajib diperangi sehingga dia mengkafirkan para pelaku syirik” (Ad Durar As Saniyyah: 9/291)
Mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya orang yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, dia itu tidak membenarkan Al Qur’an, karena sesungguhnnya Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhi mereka dan memerangi mereka” (Ad Durar As Saniyyah: 9/291)
Jadi, takfir (mengkafirkan) para pelaku syirik adalah bagian tauhid dan pondasi dien ini, bukan fitnah sebagaimana yang diklaim oleh musuh-musuh Allah dari kalangan ulama suu’ (ulama jahat) kaki tangan thaghut dan kalangan Neo Murji-ah.
Orang yang mengkafirkan pelaku syirik bukanlah Khawarij, justeru mereka itu adalah penerus dakwah rasul-rasul. Orang yang menuduh mereka sebagai Khawarij adalah orang yang tidak paham akan dakwah para rasul.
Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu ‘Abdirrahman rahimahullah berkata: “Siapa yang menjadikan pengkafiran dengan syirik akbar termasuk ‘aqidah Khawarij maka sungguh dia telah mencela semua rasul dan umat ini. Dia tidak bisa membedakan antara dien para rasul dengan madzhab Khawarij, dia telah mencampakkan nash-nash Al Qur’an dan dia mengikuti selain jalan kaum muslimin” (Mishbahuzh Zhallam: 72)
Orang yang tidak mengkafirkan pelaku syirik akbar secara nau’ (jenis pelaku) maka dia kafir, sedangkan orang yang membedakan antara nau’ dengan mu’ayyan (orang tertentu) maka minimal jatuh dalam bid’ah dan bila (sudah) ditegakkan hujjah atasnya maka dia kafir juga.
Orang yang tidak mau mengkafirkan para pelaku syirik, pada umumnya dia lebih loyal kepada pelaku syirik dan justru memusuhi para muwahhid yang mengkafirkan pelaku syirik. Demikianlah realita yang terjadi, sehingga banyak yang jatuh dalam kekafiran. Tidaklah sah shalat di belakang orang yang tidak mengkafirkan pelaku syirik akbar secara mu’ayyan.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Siapa yang membela-bela mereka (para thaghut dan pelaku syirik akbar) atau mengingkari terhadap orang yang mengkafirkan mereka, atau mengklaim bahwa: ‘perbuatan mereka itu meskipun bathil tetapi tidak mengeluarkan mereka pada kekafiran’, maka status minimal orang yang membela-bela ini adalah fasiq, tidak diterima tulisannya, tidak pula kesaksiannya, serta tidak boleh shalat bermakmum dibelakangnya” (Ad Durar As Saniyyah: 10/53).
Ini adalah status minimal, adapun kebanyakan berstatus sebagaimana yang digambarkan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah: “Orang-orang yang merasa keberatan dengan masalah takfir, bila engkau mengamati mereka ternyata kaum muwahhidin adalah musuh mereka, mereka benci dan dongkol kepada para muwahhid itu. Sedangkan para pelaku syirik dan munafiqin adalah teman mereka yang mana mereka bercengkrama dengannya. Akan tetapi hal seperti ini telah menimpa orang-orang yang pernah bersama kami di Dir’iyyah dan ‘Uyainah yang mana mereka murtad dan benci akan dien ini” (Ad Durar As Saniyyah: 10/92).
5.      Engkau Memusuhi Mereka (para pelakunya)
Orang yang tidak memusuhi pelaku syirik bukanlah orang yang kufur kepada thaghut, Allah berfirman tentang ajaran Ibrahim ‘alaihissalam. Dan para nabi yang bersamanya:

وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Dan tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian selamanya hingga kalian beriman kepada Allah saja” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kalian tidak mungkin mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu ayah-ayahnya, anak-anaknya, saudara-saudaranya atau karib kerabatnya” (QS. Al Mujaadilah [58]: 22)
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah: “Sesungguhnya orang tidak tegak keislamnnya walaupun ia mentauhidkan Allah dan meninggalkan kemusyrikan kecuali dengan memusuhi para pelaku syirik…” (Syarh Sittati Mawadli Minas Sirah, Majmu’ah Tauhid: 21)
Permusuhan lawannya adalah loyalitas kepada orang kafir. Menafikan (meniadakan) keimanan/ tauhid, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Dan siapa yang berloyalitas kepada mereka (orang-orang kafir) diantara kalian, maka sesungguhnya dia adalah bagian dari mereka” (QS. Al Maidah [5]: 51)
Karena permusuhan ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ

“Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu dimanapun kalian mendapati mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah mereka ditempat pengintaian” (QS. At Taubah [9]: 5)
Demikianlah tata cara kufur kepada thaghut…

KE DUA: Iman Kepada Allah
Adapun makna iman kepada Allah adalah:
1. Engkau meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilaah yang berhak diibadahi
2. Engkau memurnikan seluruh macam ibadah hanya kepada Allah
3. Engkau menafikan ibadah itu dari selain Allah
4. Engkau mencintai lagi loyal kepada orang yang bertauhid
5. Serta engkau membenci lagi memusuhi para pelaku syirik
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Engkau meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilaah yang berhak diibadati
Orang yang membolehkan tumbal, sesajen, permohonan kepada orang yang sudah meninggal atau meyakini serta memegang sistem demokrasi berarti dia telah meyakini adanya ilaah yang lain bersama Allah, mereka tidak beriman kepada Allah. Orang yang menyerukan penegakan hukum thaghut atau menyerukan demokrasi, dia itu tidak beriman kepada Allah, begitu juga orang yang menyerukan hukum adat.
Orang yang bertauhid hanya meyakini satu sumber hukum, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Orang yang bertauhid hanya meyakini satu Dzat yang berhak diibadati. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Katakanlah ; “Dialah Allah Yang Maha Esa” (QS. Al Ikhlas [112]: 1)
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

لا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ

“Janganlah engkau mengangkat dua tuhan, Dia itu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa” (QS. An Nahl [16]: 51)
Sedangkan tuhan-tuhan para ‘Ubadul Qubur adalah banyak, yaitu orang-orang yang sudah mati yang mereka ajukan permohonan (permintaan) kepadanya. Dan adapun tuhan-tuhan para pengusung demokrasi adalah banyak pula, ada tuhan dari Partai A, Partai B, Partai C dan seterusnya. Para pembuat hukum itu adalah tuhan-tuhan mereka.
2. Engkau memurnikan seluruh macam ibadah hanya kepada Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala bukan memerintahkan ibadah kepada-Nya, akan tetapi Dia memerintahkan supaya orang hanya ibadah kepada-Nya saja, dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya dalam ibadah-ibadah tersebut, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka beribadah kepada Allah seraya memurnikan seluruh dien (ketundukan) hanya kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah [98]: 5)
Juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Dan barangsiapa yang menyerahkan wajahnya sepenuhnya kepada Allah sedang dia itu muhsin (mengikuti tuntunan rasul), maka dia itu telah berpegang pada buhul tali yang sangat kokoh (tauhid/Islam)” (QS. Luqman [31]: 22)
Menyerahkan wajah sepenuhnya kepada Allah adalah dengan cara beribadah hanya kepada Allah, sebagaimana Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Ya, siapa orangnya yang menyerahkan wajahnya sepenuhnya kepada Allah, sedang dia muhsin (berbuat kebaikan) maka bagi dia pahala disisi Tuhannya, tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka itu tidaklah bersedih” (QS. Al Baqarah [2]: 112)
Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu ‘Abdirrahman rahimahullah berkata: “Ayat ini adalah bantahan terhadap ‘ubbadul qubur yang menyeru selain Allah dan beristighatsah kepada selain-Nya, karena penyerahan wajah serta ihsan dalam beramal itu tidak pada diri mereka” (Minhaj At Ta’sis)
‘Ubbadul qubur adalah orang-orang yang mengaku Islam, shalat, zakat, shaum, haji, dsb. Tetapi masih suka meminta kepada orang yang sudah mati, terutama orang shalih atau wali. Maka ‘ubbadul qubur adalah kaum musyrikin.
Syaikh Ali Khudlair, di awal kitab Ath Thabaqat menyebutkan bahwa di antara golongan yang termasuk ‘ubbadul qubur adalah: “Para penguasa thaghut, para budaknya (aparat keamanan), para pengusung undang-undang buatan, kaum demokrat dan yang lainnya”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan mereka tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya” (HR. Bukhari – Muslim dari Mu’adz)
Orang yang berbuat syirik, berarti dia telah melanggar hak Allah. Jelasnya bahwa orang yang mengaku beriman pada rukun iman, rukun Islam dan dia beribadah kepada Allah, akan tetapi di samping itu dia membuat tumbal, sesajen, memohon kepada penghuni kubur atau ikut serta dalam demokrasi, maka mereka itu dianggap tidak beriman kepada Allah (dia bukan muslim).
Syaikh ‘Adurrahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata: “Para ulama telah berijma, baik salaf maupun khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, para imam dan seluruh Ahlus Sunnah bahwa seseorang tidak dianggap muslim, kecuali dengan cara (dia) mengosongkan diri dari syirik akbar, berlepas diri darinya dan dari pelakunya, membenci mereka, memusuhi mereka sesuai kekuatan dan kemampuan, serta memurnikan amalan seluruhnya bagi Allah” (Ad Durar As Saniyyah: 11/545)
Perkataan seseorang: ”Saya beriman kepada Allah dan saya bukan musyrik” tidaklah bermanfaat bila ternyata realita syirik ada padanya, oleh sebab itu Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Iman itu bukan angan-angan dan bukan dengan hiasan, akan tetapi ia adalah apa yang terpatri di dalam hati dan di benarkan dengan amalan”.
3. Menafikan ibadah itu dari selain Allah
Orang yang beriman kepada Allah tidak mungkin memalingkan satu macam ibadahpun kepada selain Allah, karena orang yang memalingkan satu saja ibadah kepada selain Allah, berarti telah meninggalkan Islam. Oleh sebab itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada orang-orang kafir:

لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

“Aku tidak beribadah kepada apa yang kalian ibadahi” (QS. Al Kaafirun [109]: 2).
4. Engkau mencintai dan loyal (wala’) kepada orang yang bertauhid
Orang yang beriman kepada Allah pasti mencintai dan loyal kepada orang yang bertauhid, karena mereka memiliki ikatan persaudaran diatas dien ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS. Al Hujurat [49]: 10)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan sebahagiannya adalah penolong bagi sebahagian yang lain” (QS. At Taubah [9]: 71)
Oleh sebab itu, tidak mungkin orang mukmin mendukung orang-orang kafir dalam rangka menghancurkan kaum muslimin karena itu bertentangan dengan wala’ (loyalitas) terhadap kaum muslimin.
5. Engkau membenci pelaku-pelaku syirik dan memusuhi mereka
Allah mengatakan tentang ucapan para rasul semuanya yang harus kita ikuti:

وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Dan tampaklah antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sehingga kalian beriman kepada Allah saja…” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)
Orang yang tidak membenci dan tidak memusuhi pelaku syirik adalah orang yang tidak beriman kepada Allah.
Falsafah yang mengajarkan agar tidak membenci atau memusuhi ajaran agama lain adalah falsafah kafir. Sistem yang menyamakan semua ajaran agama adalah system syirik. Orang yang bertauhid pasti membenci dan memusuhi pelaku syirik meskipun ayah sendiri atau anak sendiri.
Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Sesungguhnya orang tidak tegak dien dan keislamannya meskipun dia mentauhidkan Allah dan meninggalkan syirik, kecuali dengan cara memusuhi para pelaku syirik…” (Ad Durar As Saniyyah: 8/113)
Raihlah iman dengan cara memusuhi para pelaku syirik…

Status Bekerja Di Dinas Pemerintahan Thaghut



Ikhwani fillah… materi kali ini adalah tentang status orang-orang atau dinas-dinas yang ada di pemerintahan thaghut ini. Apakah pekerjaan yang ada di semua dinas-dinas thaghut ini pekerjaan-pekerjaanya adalah kekafiran, ataukah ada rincian…?
Dalam masalah ini, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pula pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini. Kita akan merincinya dan menyebutkan contoh-contohnya.
I. Pekerjaan Yang Bersifat Kekafiran
Di antara pekerjaan atau dinas yang merupakan kekufuran adalah dinas yang mengandung salah salah satu di antara hal-hal berikut ini:
1. Dinas yang mengandung pembuatan hukum.
Orang yang membuat hukum atau dia bagian dari lembaga yang membuat hukum, maka pekerjaannya dan orang-orang yang tergabung di dalamnya adalah orang-orang kafir. Seperti orang-orang yang ada di lembaga legislatif dari kalangan anggota-anggota parlemen, karena di antara tugas parlemen itu adalah membuat hukum, maka pekerjaan ini adalah merupakan pekerjaan kekufuran dan orangnya adalah orang kafir. Adapun dalilnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu.” (An Nisa: 60)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang membuat hukum yang dirujuk selain Allah disebut thaghut, orang yang merujuk kepada selain hukum Allah disebutkan dalam ayat itu bahwa imannya bohong dan hanya klaim, dan yang dirujuk tersebut, yaitu si pembuat hukum ini yang Allah katakan sebagai thaghut –maka seperti yang telah kita ketahui– adalah lebih kafir daripada orang kafir ‘biasa’.
Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat yang lain:

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهاً وَاحِداً لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At Taubah: 31).
Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:
1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
4. Mereka telah menjadi musyrik
5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi arbab.
Imam At Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang shahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka, atau apa bentuk penyekutuan atau penuhanan yang telah kami lakukan sehingga kami disebut telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka?. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: “Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).
Jadi bentuk peribadatan di sini adalah ketika alim ulama itu membuat hukum di samping hukum Allah, kemudian hukum tersebut diikuti dan ditaati oleh para pengikutnya, maka si alim ulama atau pendeta tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala cap mereka sebagai Arbab atau sebagai orang yang memposisikan dirinya sebagai tuhan selain Allah, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagi pembuat hukum atau sebagai tuhan selain Allah, maka dia itu adalah orang kafir. Maka berarti pekerjaan ini adalah pekerjaan kekafiran.
Dan dalil yang lain adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ

“Apakan mereka memiliki sekutu-sekutu yang menetapkan bagi mereka dari dien (hukum/ajaran) ini apa yang tidak Allah izinkan”. (Asy Syuura: 21)
Dalam ayat ini Allah mencap para pembuat hukum selain Allah sebagai syuraka (sekutu-sekutu) yang diangkat oleh para pendukungnya sebagai sekutu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagai sekutu bagi Allah adalah orang kafir.
Ini adalah pekerjaan pertama yang merupakan kekafiran; yaitu orang yang pekerjaannya adalah membuat hukum atau menggulirkan atau menggodok undang-undang, seperti para anggota dewan perwakilan dan yang serupa dengannya atau apapun namanya.
2. Pekerjaan yang tugasnya bersifat pemutusan dengan selain hukum Allah.
Orang yang pekerjaannya adalah memvonis dan menuntut dengan selain hukum Allah, seperti para jaksa dan hakim. Mereka menuntut dan memutuskan di persidangan, si jaksa yang menuntut dan si hakim yang memutuskan, sedangkan kedua-duanya adalah memutuskan dengan selain hukum Allah.
Pekerjaan semacam ini, pemutusan dengan selain hukum Allah ini merupakan pekerjaan kekafiran dan orangnya telah Allah cap secara tegas dan jelas sebagai orang kafir, zhalim, dan fasiq dalam satu surat:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Al Maidah: 44)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al Maidah: 45)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”(Al Maidah: 47)
Sedangkan kita mengetahui bahwa para hakim dan para jaksa ketika memutuskan atau ketika menuntut mereka memutuskan dan menuntutnya dengan selain hukum Allah, yaitu dengan hukum jahiliyyah (hukum thaghut), maka pekerjaannya adalah pekerjaan kekafiran.
3. Pekerjaan yang bersifat nushrah (pembelaan/perlindungan) bagi sistem thaghut
Ini adalah sebagaimana yang sudah dijabarkan dalan materi Anshar Thaghut, seperti; tentara, polisi, atau badan-badan intelejen. Maka dzat dari pekerjaan ini adalah kekafiran karena mereka memberikan nushrahterhadap thaghutnya dan terhadap sistemnya itu sendiri, maka berarti ini pekerjaan kekafiran dan orangnya adalah sebagai orang kafir, sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya:

الَّذِينَ آمَنُواْ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُواْ أَوْلِيَاء الشَّيْطَانِ

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (An Nisa: 76)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencap mereka sebagai orang kafir karena mereka berperang di jalan thaghut. Dan dalam surat yang lain Allah mengatakan:

أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَداً أَبَداً وَإِن قُوتِلْتُمْ لَنَنصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ



“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. Dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (Al Hasyr: 11)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan ukhuwah kufriyyah antara orang munafiq dengan orang-orang Yahudi, padahal kita tahu bahwa orang munafiq dihukumi secara dunia sebagai orang muslim, akan tetapi ketika dia menampakkan kekafiran dengan cara membantu orang-orang Yahudi, maka Dia memvonis kafir mereka. Orang munafiq dalam ayat ini dihukumi kafir karena berjanji akan membantu orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah, padahal janji mereka di hadapan orang Yahudi itu bohong, akan tetapi Allah memvonis mereka sebagai orang kafir karena menjanjikan akan melakukan kekafiran, yaitu membela orang Yahudi dalam memerangi Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga orang yang berjanji untuk melakukan kekafiran tapi janjinya bohong, maka tetap dia itu sebagai orang kafir.
Ini adalah dalil, bahwa membantu orang kafir di atas kekafiran adalah merupakan kekafiran dan orangnya adalah orang kafir. Oleh karena itu dinas yang bersifat pembelaan dan perlindungan bagi sistem thaghut merupakan dinas kekafiran dan pekerjaannya itu adalah pekerjaan yang membuat kafir pelakunya.
4. Setiap pekerjaan yang bersifat tawalliy kepada hukum thaghut.
Orang yang dzat pekerjaannya tawalliy (mencurahkan loyalitas) kepada sistem thaghut, yaitu melaksanakan hukum-hukum thaghut secara langsung, seperti aparat thaghut yang bekerja di departemen kehakiman, dinas mereka langsung tawalliy kepada hukum thaghut. Dinas seperti ini adalah dinas kekafiran.
Dan dinas yang seperti ini juga adalah kejaksaan. Atau orang bekerja di sekretariat gedung DPR/MPR, dimana dia yang mengatur program-program atau berbagai acara rapat atau sidang mejelis thaghut ini. Dia tawalliy penuh kepada sistem ini karena kegiatan-kegiatan angota DPR/MPR tidak akan terlaksana tanpa ada pengaturan dari mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ ٢٥ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ ٢٦

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka”(Muhammad: 25-26).
Orang yang mengatakan kepada orang kafir atau thaghut “kami akan mentaati kalian dalam sebagian urusan kekafiran” telah Allah vonis kafir, sedangkan orang-orang yang tawalliy tadi, ternyata mereka justeru mengikuti sepenuhnya kekafiran ini, mengikuti thaghut sepenuhnya dalam melaksanakan hukum-hukum kekafiran (hukum thaghut).
5. Orang yang bersumpah untuk loyal kepada thaghut (sistem/hukum/undang-undang)
Setiap orang yang bersumpah untuk loyal kepada undang-undang, apapun dinasnya, walaupun dia bekerja di dinas pendidikan umpamanya, atau dinas pertanian, atau dinas perhutanan, akan tetapi jika dia bersumpah untuk loyal kepada undang-undang atau kepada sistem thaghut, maka apapun bentuk pekerjaannya jika dia melakukan sumpah, maka dia kafir dengan sebab sumpahnya, bukan dengan sebab pekerjaannya.
Ini berbeda dengan dengan jenis pekerjaan yang sebelumnya, di mana yang menyebabkan kekafiran adalah dzat pekerjaannya, seperti anggota MPR/DPR, baik dia disumpah ataupun tidak maka dia tetap kafir, begitu juga hakim, jaksa, tentara, polisi, baik mereka bersumpah ataupun tidak, maka mereka tetap orang kafir.
Sedangkan di sini, orang menjadi kafir bukan dengan sebab dari sisi pekerjaannya, tapi dari sisi sumpahnya, apapun bentuk dinasnya selama ada sumpah untuk loyal kepada hukum thaghut maka dia kafir. Jika saja Allah memvonis murtad orang yang menyatakan akan taat, setia dan akan mengikuti hanya dalam sebagian kekafiran, maka apa gerangan dengan orang yang menyatakan dalam sumpahnya; kami akan setia dan taat sepenuhnya kepada Undang Undang Dasar atau Pancasila atau kepada Negara Kafir Republik Indonesia…?! ini lebih kafir daripada orang yang Allah vonis murtad dalam surat Muhammad tadi. Jika saja mengikuti sebagiannya saja Allah vonis murtad, maka apa gerangan dengan orang yang mengatakan akan setia dan mengikuti sepenuhnya…?!!
Ini adalah di antara pekerjaan-pekerjaan atau dinas-dinas yang Allah vonis kafir pelakunya, dan pekerjaan ini merupakan pekerjaan kekafiran di dinas thaghut tadi.
II. Pekerjaan Yang Bersifat Keharaman
Jika pekerjaan selainnya yang tidak ada kelima unsur tadi; tidak ada pembuatan hukum, tidak ada pemutusan dengan selain hukum Allah, tidak ada pembelaan atau tidak ada tawalliy, tidak ada janji setia kepada hukum thaghut, maka dinas-dinas yang tidak ada kelima unsur tadi harus dilihat apakah dinas tersebut dinas kezhaliman yang merupakan keharaman ataukah bukan (dinas yang mubah).
Apabila dinas tersebut adalah dinas keharaman lalu tidak ada lima hal tadi, seperti di perpajakan atau bea cukai atau keimigrasian yang merupakan kezhaliman, atau di bank-bank riba, maka ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang haram. Ini bukan pekerjaan kekafiran kecuali kalau ada sumpah.
Orang yang bekerja sebagai PNS di bea cukai, dzat pekerjaannya adalah haram karena kezhaliman, dan jika ada sumpah maka dia kafir dari sisi sumpahnya, jika tidak ada sumpah, maka pekerjaannya itu adalah pekerjaannya saja yang haram.
III. Pekerjaan Yang Mubah
Seandainya tidak ada kelima hal tadi, terus pekerjaannya juga bukan pekerjaan yang haram, maka itu adalah pekerjaan yang mubah (yang boleh-boleh saja) seperti di dinas kesehatan, di pertanian, di kelautan, atau dinas-dinas yang bukan merupakan kekufuran dan bukan merupakan keharaman.
Para ulama mengatakan bahwa jika dinas tersebut milik thaghut maka minimal hukumnya makruh, tidak dikatakan mubah karena minimal dia dekat dengan thaghut. Hukumnya makruh tapi dengan syarat dia tetap menampakkan keyakinannya. Dalil dalam hal itu adalah hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dalam Shahih-nya pada Kitab Al Ijarah bab: “Apakah seseorang boleh mengupahkan dirinya bekerja pada orang musyrik di negeri harbiy”: Dari Khabab radliyallahu ‘anhu, berkata: “Saya adalah pandai besi, kemudian saya bekerja untuk Al ‘Ash Ibnu Wail, sehingga terkumpul hak upah saya di sisinya, kemudian saya mendatanginya untuk meminta upah itu darinya”, maka ia (Al ‘Ash ibnu Wail) berkata: “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan membayar upahmu sampai kamu kafir kepada Muhammad!”, maka saya berkata: “Demi Allah, tidak akan saya lakukan sampai kamu mati kemudian dibangkitkan sekalipun”, ia berkata: “Apa saya akan mati kemudian dibangkitkan ?”, saya berkata: “Ya !”, dan ia berkata: “Ya, berarti di sana saya akan memiliki harta dan anak, kamudian saya akan membayar upahmu”.
Di sini Khabab menampakkan keyakinannya. Jadi dalam dinas-dinas seperti kesehatan dan yang lainnya yang sifatnya mubah-mubah saja dengan syarat tetap menampakkan keyakinan di tengah mereka, karena jika tidak menampakkan, maka ia berdosa karena dia meninggalkan hal yang wajib yaitu izhharuddin hanya karena mencari pekerjaan yang bersifat dunia ini. Akan tetapi jika seandainya dinas-dinas yang mubah ini di dalamnya ada sumpahnya, maka dia kafir karena sebab sumpahnya bukan karena dzat pekerjaannya.
Dan yang harus dikertahui juga adalah jika dia bekerja di dinas-dinas yang mubah tadi lalu dia sebelumnya bersumpah, maka dia kafir karena sumpahnya, karena secara hukum thaghut ketika diangkat menjadi PNS, maka dia diambil sumpahnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku di dinas kepegawaian yaitu bahwa semua PNS di Indonesia ini harus bersumpah ikrar setia[1].
Berdasarkan hukum thaghut, PNS harus disumpah, akan tetapi antara disumpah atau tidak dalam praktiknya, maka itu urusan dia dengan dengan Allah, jika kita tidak tahu apakah dia itu mengikrarkan sumpah atau tidak, maka dia tidak bisa dikafirkan, karena dzat pekerjaannya bukan pekerjaan kekufuran, kecuali bila kita mendengar saksi dari dua orang laki-laki muslim yang adil atau pengakuan dari dia langsung, maka kita nasihati agar dia berlepas diri dari sumpahnya. Ini berbeda dengan tentara atau polisi atau aparat lainnya dimana kita bisa langsung mengkafirkan mereka, juga seperti anggota MPR/DPR karena dzat pekerjaannya merupakan kekafiran, kita tidak bisa menghukuminya sebagai orang muslim sampai dia keluar dari pekerjannya dan melepaskan segala atribut pekerjaannya.
Jika orang bekerja di dinas-dinas keharaman atau yang mubah tadi, lalu dia pernah bersumpah dan setelah kita nasihati, lalu dia menyatakan keberlepasan diri dari sumpahnya, dia bertaubat dari sumpah kekufurannya, dia ikrarkan dua kalimah syahadat, maka dia dihukumi sebagai orang muslim, walaupun dia tidak keluar daripada kedinasannya, karena kekafirannya disebabkan oleh sumpahnya, bukan karena dinasnya.
Jadi, di sini dibedakan antara kekafiran yang disebabkan oleh dzat pekerjaannya dengan kekafiran yang diakibatkan oleh sumpah untuk setia dan loyal kepada thaghut.
Dalam realita masyarakat banyak terdapat PNS, tetapi kita tidak mengetahui secara individu dari mereka apakah si fulan ini sumpah ataukah tidak, maka kita tidak bisa mengkafirkannya meskipun pada hakikat sebenarnya dia itu telah bersumpah, karena yang mengetahui dia mengaikrarkan sumpah atau tidak hanyalah Allah, sedangkan kita tidak tahu. Bila kita melihat dzat pekerjaannya bukan kekufuran, maka dia tidak boleh dikafirkan, karena kita menghukumi secara zhahir sedangkan urusan bathin maka itu urusan Allah.
Kemudian, bagi orang yang telah bekerja di dinas kekafiran akan tetapi dia sudah pensiun atau sudah berhenti dari pekerjaannya, baik berhentinya karena dipecat atau karena mengundurkan diri atau karena selesai masa jabatannya, maka bagi orang-orang semacam ini; maka selama dia menampakkan keislaman, lalu tidak muncul dari sikap atau dari ucapan dia hal-hal yang menunjukan bahwa dia itu masih menginginkan perbuatannya itu atau masih membanggakannya atau membolehkannya atau menganjurkan agar orang masuk ke dalamnya, maka orang seperti itu kita hukumi secara dunia dia itu muslim, sedangkan masalah bathinnya itu urusan dia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Demikianlah bagaimana menyikapi orang-orang semacam itu, karena ketika kita mengkafirkan orang-orang yang bekerja di dinas-dinas kekafiran adalah karena pekerjaannya, jika dia sudah berhenti dan meninggalkan pekerjaannya apapun faktor yang membuat dia berhenti, maka apabila tidak muncul dari ucapannya atau perbuatannya hal-hal yang menunjukan bahwa dia masih menginginkannya atau membanggakannya dan dia menampakkan keislaman, maka dia dihukumi muslim kembali secara hukum dunia, adapun masalah bathinnya maka perhitungannya itu di sisi Allah. Ini sebagaimana dalam hadits dari Imam Muslim yang diriwayatkan dari Abu Malik Al Asyja’iy: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah Ta’ala”, karena kadar minimal adalah meninggalkannya.
Ini adalah materi tentang status pekerjaan-pekerjaan yang ada di dinas-dinas pemerintahan thaghut ini. Yang mana di antaranya ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini atau pekerjaan ini bersifat mubah.
Dan terakhir, ketika para shahabat memperlakukan keluarga atau anak isteri anshar thaghut, seperti kelompok Musailamah Al Kadzdzab adalah sebagai orang kafir. Mungkin ada pertanyaan kenapa kita sekarang tidak memperlakukan anak isteri anshar thaghut ini sebagai orang kafir…?. Ini karena bahwa anak isteri anshar thaghut bisa dikatakan kafir bila dalam konteks muwajahah (konfrontasi) antara kelompok Islam dengan kelompok kafir, itu juga dengan dua syarat: Pertama, kaum muslimin memiliki kekuatan dan mendominasi penuh terhadap orang kafir tersebut. Ke dua, ada kemungkinan untuk bergabung kepada kelompok Islam tersebut.
Dikarenakan pada waktu itu kekuatan kaum muslimin sangat mendominasi, maka seandainya mereka (keluarga anshar thaghut) mau membelot, mereka bisa bergabung dengan kaum muslimin, dan ketika mereka tidak melakukannya di mana waktu itu dalam konteks sedang muwajahah, maka mereka dihukumi kafir murtad. Sebagaimana Rasulullah sebelumnya saat Futuh Mekkah, maka orang yang ada di kota Mekkah semuanya diperlakukan sebagai orang kafir. Saat itu kekuatan kaum muslimin berada di atas kekuatan orang kafir, dan orang yang mengaku muslim yang ada di tengah mereka bisa bergabung dengan kaum muslimin jika mau. Dan ketika tidak bergabung maka dihukumi kafir oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Berbeda halnya jika dua syarat ini atau salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi seperti saat sekarang ini dimana kaum muslimin tidak memiliki kekuatan dan tidak memiliki dominasi, maka dari itu kita tidak mengkafirkan anak isteri anshar tahghut, dan ini seperti isteri Fir’aun, dimana Allah mengatakan tentangnya dalam surat At Tahrim bahwa isteri Fir’aun adalah seorang mu’minah. Kenapa mu’minah? Kenapa tidak dihukumi seperti isteri Musailamah umpamanya ? Karena kaum muslimin pada saat itu (yang dipimpin Nabi Musa) tidak memiliki dar (wilayah) dan tidak mendominasi kekuatannya sehingga ia tidak bisa membelot atau bergabung dengan kaum Nabi Musa.
Jadi jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka kita memperlakukan orang yang menampakkan keislaman di tengah orang-orang kafir sebagai orang muslim. Orang muslim dimana saja adalah orang muslim, baik itu di darul harbiy ataupun di darul Islam.
Alhamdulillaahirrabbil’aalamiin…

[1].  Seperti yang ada pada Sumpah Pegawai Negeri Sipil RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1975 pasal 6 yang berbunyi:
Demi Allah, Saya Bersumpah:
Bahwa saya untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
Bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya akan senantiasa menjungjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu menurut sifatnya ataumenurut perintah saya haruus merahasiakan;
Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara